Sign up with your email address to be the first to know about new products, VIP offers, blog features & more.

Setia pada Proses

Ditinggal ayah untuk selamanya di usia belia tak mematahkan semangatnya untuk meraih sukses. Satu demi satu pintu kesempatan terbuka selama asa dan usaha terus membara.

Sarmin namanya. Ia tumbuh dalam kasih seorang ayah yang bekerja sebagai petani dan ibunya seorang penjual jamu. Walaupun hidup dalam keterbatasan ekonomi, sang ayah tak pernah lelah menumbuhkan daya juang dalam diri Sarmin. ‘Jadilah orang yang baik dan sukses,’ demikian salah satu pesan sang ayah.

Berpulangnya sang ayah tak lantas membuat Sarmin menyerah. Hari demi hari dijalani bersama sang ibu. Sarmin selalu membantu beliau membuat jamu. ‘Jamu itu tak ubahnya kehidupan; panas, dingin, pahit, manis,’ seperti itu petuah sang ayah yang selalu diingat Sarmin.

Sejak kecil Sarmin menjalin persahabatan bersama tiga temannya. Mereka saling mendukung. Ketika ada yang jatuh, yang lain datang menopang.

Semesta selalu punya cara untuk hamba-Nya yang tak lelah berusaha. Di tengah himpitan ekonomi, seorang tetangga menawarkannya mengurus kambing. Sarmin pun mampu melanjutkan kuliah berbekal uang hasil kerja kerasnya.

Tinggal bersama kawan lama ayahnya nyatanya memberikan peluang baru bagi Sarmin. Sambil kuliah ia menggarap kembali toko jamu yang telah lama ditutup. Tak menunggu waktu lama Sarmin ditawari mengelola pabrik jamu.

Dari sebuah desa kecil di Wonogiri Sarmin mengembangkan sayap di kota. Perlahan-lahan ia meniti jalannya menuju cita-cita menjadi orang sukses sebagaimana yang diharapkan sang ayah.

Film Sarmin diharapkan mampu menggugah semangat generasi muda. Di tengah godaan pekerjaan yang cepat menghasilkan uang, mereka diingatkan untuk setia belajar. Sebuah filosofi hidup yang kini semakin tergerus oleh segala sesuatu yang sifatnya instan.

Ketekunan membaca kini digantikan dengan mendapatkan informasi hanya dengan sekali klik di smartphone. Jamu yang dulunya diproses dengan cara-cara tradisional saat ini digeser oleh aneka suplemen dengan iming-iming kesembuhan kilat.

Setia pada proses. Rasanya pernyataan itu menemui aneka tantangan di jaman modern. Semua orang berlomba-lomba, bersaing menjadi yang terbaik dengan cara secepat mungkin. Mirisnya, mereka melupakan makna ‘setia pada proses’.

Ingin cepat kaya, bukan kerja keras yang dilakukan melainkan mengambil hak milik orang lain. Ingin segera lulus kuliah, bukan menyelesaikan skripsi dengan usaha sendiri melainkan dikerjakan orang lain. Ingin memiliki gadget terkini, bukan mengumpulkan uang dengan cara yang halal melainkan melakukan kegiatan haram.

Mari generasi muda, kita gelorakan kembali semangat ‘setia pada proses’. Memang hasil akhir yang dilihat orang. Namun proses itu yang akan membentuk setiap pribadi menjadi sosok kuat, siap mengarungi samudra kehidupan yang penuh dengan cobaan.

Mencapai sukses memang tidak mudah. Tak selamanya jalan itu mulus. Ada saja penghalang, rintangan yang dijumpai. Masalah bukan untuk dihindari, tapi dihadapi. Contohlah Sarmin yang fokus menata masa depannya. Memang awalnya ia sedih, seakan tak ada pegangan. Namun nasihat sang ayah yang membuatnya terus melangkah. Sekalipun deraan ekonomi datang silih berganti, selalu ada cara yang disediakan Tuhan sebagai solusinya.

Film Sarmin ingin memberikan gambaran kehidupan di Pulau Jawa. Bahwa masih banyak anak yang berjuang mencapai sukses melalui jalur pendidikan. Bagaimana dengan wilayah lainnya di Indonesia? Butuh upaya semua pihak untuk mewujudkan akses pendidikan yang merata. Siapapun berhak mendapatkan pendidikan untuk menggapai sukses.

Apalagi di masa pandemi ini. Mari bersama kita menyatukan visi, merapatkan barisan. Langkah demi langkah kita tapakkan. Meskipun menjumpai kerikil atau batu besar, jalani saja.

Pelan tak mengapa. Hingga di ujung sana kita jumpai cahaya, berkah kehidupan untuk insan-insan yang setiap pada proses.