Sign up with your email address to be the first to know about new products, VIP offers, blog features & more.

Impact Investment, Berinvestasi sambil Berbuat Kebaikan

Sumber foto: amartha.com

Investasi berdampak kebaikan perlu dipertimbangkan sebagai salah satu pilihan berinvestasi. Mari berkontribusi dalam gerakan membangun Indonesia yang lebih baik.

Pendataan Keluarga tahun 2012 yang dilakukan BKKBN menunjukkan, jumlah penduduk prasejahtera di Indonesia sebanyak 28 juta dan 70% diantaranya adalah perempuan. Mereka hidup di wilayah suburban dan pelaku usaha mikro. Membantu mereka artinya mempercepat pengentasan kemiskinan. Sementara itu banyak orang di luar sana yang memiliki disposable income ingin menolong kelompok tersebut. Amartha hadir sebagai peer-to-peer (P2P) lending platform yang mendorong sektor informal lebih berdaya. It’s not just investment, it’s impact investment. Berikut lima alasan kamu harus berinvestasi di P2P lending:

  1. P2P lending menawarkan channel yang baru untuk orang-orang yang punya disposable income.

Disposable income adalah pendapatan yang siap dimanfaatkan untuk membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan dalam bentuk investasi. Reksadana, properti, atau emas adalah beberapa investasi yang umum dikenal. Seiring dengan perkembangan teknologi, P2P lending adalah pilihan baru untuk mereka yang ingin berinvestasi. Setiap investasi tentu memiliki risiko. Untuk itu perlu mempelajari masing-masing instrumen sebelum memutuskan berinvestasi. Contohnya, saham yang memberikan keuntungan besar dalam jangka panjang atau properti yang tidak likuid.

  1. Kamu meminjamkan uang ke sektor riil, yaitu pengusaha mikro.

Dahulu sektor riil dianggap berisiko. Melalui pendampingan yang dilakukan Amartha dipastikan para ibu ini mau dan mampu mencicil pinjaman setiap minggunya. Mereka yang membutuhkan modal kerja bisa menghubungi petugas lapangan Amartha untuk diseleksi kelayakan kreditnya. Setelah dinyatakan layak mendapat pendanaan, para ibu mengikuti training pengelolaan bisnis dan keuangan. Dengan demikian bisnis mereka bisa mengalami peningkatan melalui tambahan modal dari Amartha.

Hingga 2017 ada 39 ribu ibu-ibu dibantu Amartha. Modal yang mereka pinjam berkisar Rp 3,5 juta sampai Rp 11 juta. Pinjaman itu diberikan dalam tenor 3 bulan, 6 bulan, sampai 1 tahun. Pembayaran mingguan dirasa paling cocok untuk usaha mikro. Ibu-ibu itu membayar pinjaman atau 0% non performing loan dengan rate ketepatan waktu 99,96 artinya ada 3-4 ibu yang terlambat membayar 1-7 hari atau 7-14 hari. Amartha membuktikan bahwa berinvetasi di usaha mikro itu kini tidak lagi berisiko tinggi.

Sumber foto: www.instagram.com/amarthaid/

  1. Kamu memberi pinjaman kepada usaha mikro yang unbankable.

Unbankable artinya usaha mikro itu tidak punya akses ke conventional financial seperti bank. Penyebabnya rumah ibu-ibu itu terlalu jauh dan sulit dijangkau. Kabupaten Bogor, Bandung, dan Subang dipilih Amartha dengan alasan tidak terlalu jauh dari Jakarta tapi memiliki tingkat kemiskinan yang harus diboost. Semakin miskin semakin bagus, semakin pelosok semakin bagus.

Field officer Amartha menemui  ibu-ibu yang berkumpul seminggu sekali, menanyakan perform bisnis mereka. Field officer itu berfungsi sebagai business consultant. Misalnya di desa tetangga terjadi wabah hama wereng, field officer menyarankan ibu-ibu untuk mendiversifikasi usahanya beberapa waktu mendatang.

  1. Memberikan pinjaman modal kepada ibu-ibu artinya kamu empower perempuan.

Mengapa fokusnya ke ibu-ibu? Multiplier effect saat empower perempuan lebih tinggi dibandingkan empower laki-laki. Terbukti perempuan tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Sesederhana saat ibu kamu berbelanja ke supermarket. Beliau akan membelikan snack untuk adik kamu atau membeli telur untuk sarapan keluarga. Empower perempuan artinya empower ayah dan anak-anak.

Amartha mengadaptasi model Grameen Bank yang dikembangkan oleh peraih Nobel Muhammad Yunus di Bangladesh. Grameen Bank berbentuk  group lending. Jika ibu-ibu mau meminjam uang, mereka harus membentuk kelompok. Kelompok ini berkumpul setiap minggu di hari dan jam yang sama. Mereka berkumpul setiap Senin jam 2 siang atau Rabu jam 8 pagi. Waktu yang hanya dimiliki perempuan karena lebih fleksibel. Bayangkan bapak yang harus  memacul dari pagi sampai sore kemudian diminta berkumpul saat giat-giatnya bekerja. Tentu sulit.

Ukuran kemiskinan yang digunakan Amartha mengacu pada data pemerintah setempat. Amartha membantu ibu-ibu yang butuh modal Rp 2 juta untuk menjual nasi uduk atau butuh modal untuk berdagang kolak selama bulan Ramadhan. Pemerintah setempat yang memberikan insight mengenai desa yang harus dibantu terlebih dahulu dengan pertimbangan entah desa itu paling miskin atau penduduknya sangat terbuka dengan orang-orang baru.

Mengapa Amartha fokus pada perempuan? Mayoritas pekerjaan di Indonesia berada di segmen mikro atau informal. Para pelaku usaha tersebut menjalankan bisnis yang masih kecil tanpa adanya jaminan seperti ijin usaha atau slip gaji untuk meminjam uang ke bank. Mereka sebenarnya adalah pengusaha mikro yang tangguh. Amartha hadir untuk mengatasi solusi tersebut.

Selain meminjamkan uang, Amartha membangun ekosistem agar kaum ibu bisa mandiri secara finansial melalui pendampingan yang dilakukan petugas lapangan. Materi literasi keuangan dan kewirausahaan yang diberikan diharapkan mampu membuat para ibu mengelola pinjaman dengan baik. Petugas lapangan Amartha mengunjungi rumah para ibu dan bertransaksi. Ini yang disebut mengurangi barrier atau meningkatkan akses terhadap layanan keuangan. Cara tersebut juga mampu menekan biaya seperti ongkos ojek ke dari rumah ke bank, mengurangi hambatan, serta menyediakan layanan keuangan yang lebih mudah bagi para ibu di desa.

Sumber foto: www.instagram.com/amarthaid/

  1. Pinjaman yang disalurkan memberikan dampak sosial.

Apa keuntungan untuk investor? Impact investing, bahwa investasi pembiayaan ini tidak hanya memberikan return yang jauh lebih baik dibanding conventional instrument, juga memberikan efek secara sosial. Ada banyak ibu Aminah-ibu Aminah di Desa Ciseeng yang terempower. Amartha ingin memberikan alternatif baru bagi  para investor di luar sana yang semula avid investing di reksadana atau properti. Kini ada pilihan yang memberikan return bagus dan membantu menggerakkan ekonomi Indonesia di sektor riil.

Bagaimana mengurangi gap orang kota yang semakin kaya dan orang desa yang hidupnya begitu-begitu saja. Duduk bersama warga, memberikan pemahaman bahwa peningkatan pendapatan bisa digunakan untuk menyekolahkan anak sehingga mereka lebih pintar. Dengan demikian gap bisa berkurang. Sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sungguh nyata, kita bisa sejahtera bersama.

Banyak institusi yang telah menjalankan P2P lending di Indonesia. Apa yang membedakan Amartha dengan mereka? Amartha adalah satu-satunya P2P lending yang empower pengusaha mikro. Selain itu Amartha fokus pada orang-orang yang tidak terlayani oleh bank. Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan inclusive economy, bagaimana ekonomi tidak hanya berputar di kota, juga empower orang di luar kota. Ini mengapa Amartha ada.

Awalnya tahun 2010 Amartha berbentuk koperasi. Pada 2015 Amartha bertransformasi menjadi financial technology (fintech) company. Pasalnya koperasi tanpa teknologi menimbulkan multiplier effect yang kecil, butuh waktu lama untuk melayani lebih banyak ibu. Pada 2010-2015 Amartha hanya beroperasi di empat titik di Kabupaten Bogor. Kurang dari satu tahun setelah bertransformasi, Amartha bisa expand di 18 titik di tiga kabupaten. Tak hanya itu, Amartha mulai expand di Jawa Tengah.

The power of technology bisa menjadikan hal baik yang semula offline berubah ke online menjadi lebih cepat. Itu alasan Amartha transform ke fintech. Amartha ingin lebih banyak ibu yang terlayani, usaha mereka lebih maju. Riset Amartha menunjukkan, penghasilan ibu-ibu rata-rata naik 41% setelah memperoleh pinjaman atau suntikan modal. Uang Rp 2 juta untuk penduduk di kota besar habis untuk 2-3 kali weekend. Namun uang tersebut untuk Ibu Aminah di Desa Ciseeng itu bisa meningkatkan pendapatan keluarganya. Tidak hanya dia yang merasakan, anak dan suami turut merasakan. Apa yang dibeli ibu-ibu ketika memiliki pendapatan berlebih? Mereka tidak membeli barang konsumtif seperti HP. Mereka membeli kulkas agar telur bisa bertahan 1-2 minggu. Artinya mereka membeli barang untuk hal-hal produktif.

Kendala terbesar yang ditemui petugas lapangan Amartha adalah akses pendidikan. Mereka menilai, pendidikan itu sangat fundamental. Fakta menunjukkan perempuan terdiskriminasi secara ekonomi karena pendidikan. Sebagai ilustrasi, keluarga miskin di desa memilih menyekolahkan anak laki-laki karena dipandang perempuan nantinya akan menikah. Akses pendidikan menjadi sangat penting. Ketika Amartha membantu para ibu untuk lebih sejahtera, harapannya mereka mampu membuat keputusan yang lebih baik. Pendapatan para ibu bisa dimanfaatkan untuk menyekolahkan anak perempuannya.

Data Amartha per Februari 2017 menunjukkan dana Rp 70 miliar telah tersalurkan. Kamu yang tertarik berinvestasi di P2P lending bisa mulai dengan Rp 3 juta dengan return sampai 19% per tahun dan 0% default rate, mudah dan aman. Mari bergabung dalam gerakan investasi kebaikan bersama Amartha untuk ekonomi Indonesia yang lebih inklusif.