Sign up with your email address to be the first to know about new products, VIP offers, blog features & more.

Hidup Lebih Sehat dan Berkualitas dengan Operasi Bariatrik

Dr. Handy Wing Sp. B, FBMS, FINACS, FICS dari Omni Hospitals Alam Sutera

 

Operasi bariatrik merupakan solusi terakhir untuk orang-orang yang gagal dengan pola penurunan berat badan yang selama ini dikenal luas.

 

Obesitas adalah kondisi medis ketika seseorang mengalami kelebihan berat badan yang merugikan kesehahatannya. Banyak penyakit yang disebabkan obesitas, diantaranya diabetes, darah tinggi, kolesterol, asam urat, stroke, jantung, dan banyak lagi. Cara paling mudah mengukur obesitas menggunakan Indeks Massa Tubuh atau Body Mass Index (BMI), yakni berat badan dibagi tinggi badan kuadrat. Jika BMI di bawah 25 artinya berat badan normal, overweight (25 sampai 30), obesitas (di atas 30), dan obesitas berat (di atas 40). Penyebab obesitas itu kompleks, antara lain genetik, keturunan, lingkungan, gaya hidup atau lifestyle, makan sembarangan, stress, kurang tidur, hingga pengaruh hormon.

Indonesia termasuk 10 besar negara dengan penduduk obesitas. Hal tersebut dikarenakan perkembangan atau kemajuan jaman, kehidupan di perkotaan, jarang bergerak,  makan tidak teratur, dan konsumsi minuman manis seperti sirup. Kelebihan kalori tersebut berdampak pada ledakan penderita obesitas.

Dr. Handy Wing Sp. B, FBMS, FINACS, FICS dari Omni Hospitals Alam Sutera menjelaskan bariatrik berasal dari bahasa Yunani ‘baros’ yang artinya berat. Bariatrik adalah ilmu yang mempelajari cara menurunkan berat badan seseorang dengan mengurangi asupan makanan. Metode yang saat ini paling banyak digunakan adalah sleeve dan bypass. Secara sederhana metode sleeve adalah lambung yang semula berbentuk bola dibuat menyerupai pisang. Akibatnya orang tersebut cukup konsumsi 4-6 sendok makan. Kelebihannya ialah rasa kenyang yang ditimbulkan akan sama dengan konsumsi satu atau dua piring nasi sebelum operasi. Melalui metode sleeve, hormon ghrelin atau hormon rasa lapar otomatis hilang. Kondisi tersebut membantu menurunkan nafsu makan. “Lambung yang penuh akan mengirim sinyal ke otak untuk stop makan. Orang itu sudah tidak sanggup, sudah kenyang, tidak bisa makan banyak lagi. Kira-kira dibuang tiga perempat dari ukuran lambung semula,” ujar dr. Handy.

Sementara itu metode bypass sederhananya adalah mengecilkan lambung. Dengan demikian makanan cukup melewati mulut, kerongkongan, lambung, dan usus halus. Tidak lagi melewati jalan normal. Ibaratnya membuat jalan tol sehingga makanan lebih sedikit sampai dan penyerapan makanan menjadi terganggu. Misalnya, sebelumnya konsumsi 4-6 sendok semuanya diserap, sekarang hanya separuhnya yang diserap. Dengan demikian penurunan berat badan lebih bagus dibanding metode sleeve.

Metode bypass bisa mengobati diabetes. Diabetes tidak hanya mengalami perbaikan, bahkan kadang sampai normal kembali. Metode sleeve itu simple, tidak menyentuh usus sehingga penyerapan tidak terganggu. Kekurangannya adalah konsumsi minuman manis akan diserap sekecil apapun. Akibatnya kalori dan gula menjadi tinggi. Dengan demikian operasi ini kurang efektif untuk orang yang gemar konsumsi minuman manis.

Berbeda halnya dengan metode bypass dengan penurunan berat badan yang lebih besar. Ketika seseorang konsumsi minuman mengandung gula akan mengalami kram. Kekurangannya adalah absorbsi yang terganggu membuat orang tersebut harus konsumsi multivitamin dan kalsium seumur hidupnya. Misalnya dulu ia minum obat darah tinggi atau  obat kencing manis, setelah operasi semuanya stop. Kondisi kesehatan berubah normal tapi  asupan makanan menjadi sedikit. Durasi operasi pada bypass lebih panjang sebab memotong lambung dan usus dan menyambungkan usus ke lambung. Metode sleeve menghabiskan waktu kurang dari 2 jam sementara bypass lebih lama 30 menit.

 

Bukan Operasi Kosmetik

Kriteria menjalani operasi bariatrik untuk ukuran orang Asia adalah BMI harus di atas 37,5 atau di atas 32,5 dengan penyakit penyerta. Misalnya BMI 32,8 atau 33 dengan diabetes, kolesterol, asam urat, atau nyeri sendi. Dengan kata lain operasi bariatrik ditujukan bagi  orang-orang dengan kelebihan berat badan di atas 30 kg. Kalau kelebihan berat badan 5 atau 10 kg berarti BMI masih di bawah 30, artinya normal atau overweight tapi belum obesitas. Orang yang mengalami kondisi tersebut tidak perlu menjalani operasi bariatrik. Pasalnya operasi bariatrik bukan operasi kosmetik melainkan untuk kesehatan.  Mengapa kita harus menurunkan berat badan? Obesitas atau sel lemak jahat adalah penyebab dari penyakit-penyakit yang lain, seperti migrain, asma, stamina menurun, rasa minder, hingga depresi. “Dengan kita mengatasi obesitas semuanya itu akan ikut hilang. Kalau ada orang yang ingin operasi bariatrik tapi kelebihannya 5-10 kg itu bukan kandidat. Pakai metode yang lain,” kata dr. Handy dengan spesialisasi Minimal Invasive Surgery – Laparoscopy, Bariatrik & Metabolic Surgery.

Dibandingkan pola penurunan berat badan seperti diet, diet dan olahraga, obat-obatan atau akupunktur, efek operasi bariatrik bertahan dalam jangka panjang. Hal itu dilatari anatomi lambung yang diubah. Kecil kemungkinan berat badan menjadi naik turun atau kurang memuaskan. Penurunan berat badan pada operasi bariatrik itu paling tinggi. Kekurangannya adalah harus menjalani operasi. Efek sampingnya, kapasitas lambung yang kecil otomatis membuat porsi makan menjadi kecil. Bila makanan yang dikonsumsi melebihi kapasitas lambung akan dimuntahkan. Pasalnya lambung tidak mampu memuatnya. Porsi makan kecil dengan kandungan gizi yang kurang dibandingkan porsi makan normal membuat orang itu  harus dibantu suplemen.

Metode sleeve bertahan satu sampai dua tahun. Masa penurunan berat badan biasanya satu sampai dua tahun kemudian stabil sehingga selama itu harus dilakukan pencegahan kekurangan kalsium dan vitamin. Berbeda dengan metode bypass yang bertahan seumur hidup. Terkait tingkat keamanan, dr. Handy menyampaikan saat ini operasi sedemikian canggih dengan laparoskopi. Operasi dilakukan dengan sayatan kecil atau minimal invasif. Lubang dibuat kecil, setengah sampai satu cm, hanya 3-4 lubang. Lukanya tidak sebesar luka operasi caesar yakni 15 cm. “Sayatan kecil itu mengakibatkan nyeri yang tidak terlalu hebat sehingga pasien aman, lekas pulih. Kami usahakan pasien tidak berlama-lama di rumah sakit, mungkin dua hari sudah pulang. Semakin cepat beraktivitas, risiko komplikasi semakin minimal,” tutur dr. Handy yang telah mengikuti Clinical Fellowship in Laparosocopic Bariatrik and Metabolic Surgery di Taiwan.

 

Alat Bantu

Tingkat keamanan yang cukup tinggi ditunjukkan dengan teknologi stapler saat memotong lambung dan alat titanium untuk merekatkan lambung. Dengan demikian mencegah kebocoran. Selain itu operasi bariatrik dikerjakan oleh tim yang terdiri dari dokter, ahli gizi, dan konselor. Sebelum menjalani operasi bariatrik, jantung dan paru-paru harus dipersiapkan sehat karena risiko saat pembiusan tetap ada.

Pasien juga harus mengerti bahwa operasi ini adalah alat bantu, tool. Jadi bukan magic, sekarang operasi besoknya kurus. Kesuksesan operasi bariatrik adalah konsisten mengubah lifestyle. Jika setelah operasi asupan makanan masih asal-asalan atau tidak mau berolahraga tentunya hasil yang diperoleh tidak maksimal. Syarat menjalani bariatrik surgery adalah tidak ada kelainan jantung atau gagal jantung yang berisiko pada pembiusan, gangguan depresi atau kejiwaan, atau stress. Stress yang berakhir dengan makan membuat operasi  berakibat fatal. “Harus berkomitmen menjalani pola hidup sehat,” tutur dr. Handy.

Operasi bariatrik dilarang untuk perempuan yang mau hamil. Dianjurkan 1-2 tahun setelah operasi tidak boleh hamil sebab pada 1-2 tahun itu penurunan berat badan sangat cepat. Konsumsi makanan yang masih sangat sedikit berisiko menghasilkan bayi yang kurang gizi. Berbeda halnya dengan perempuan yang hamil setelah dua tahun operasi karena berat badan sudah stabil.

Tidak seperti di negara lain, operasi bariatrik masih dianggap baru. Di Amerika atau Singapura operasi ini sudah populer. Persepsi masyarakat masih belum baik. Mereka berpandangan, ‘mengapa mau menurunkan berat badan saja harus operasi’. Menurut dr. Handy, kata itu saja sudah stigma, menimbulkan ketakutan sehingga kurang populer. Padahal luka bekas operasi hanya titik-titik, hampir tidak terlihat.

Dr. Handy menyampaikan, dianjurkan usia pasien yang akan menjalani operasi bariatrik itu melewati masa pubertas, masa pertumbuhan yaitu di atas 18 tahun sampai lebih dari 60 tahun. Catatannya adalah jantung dan paru-paru sehat. Pengecualian pada kondisi ekstrim seperti yang dialami Arya Permana yang berusia 11 tahun. Obesitas yang sangat ekstrim pada dirinya mengakibatkan gangguan pernapasan, sakit pada sendi, hingga sulit bangun. Jika tidak segera ditangani bisa meninggal sewaktu-waktu. Berat badan anak seusianya itu seharusnya 40-50 kg sementara berat badan Arya hampir 190 kg. Dengan kata lain berat badannya enam kali lipat dari anak seusianya. Metode diet dan olahraga belum membawa hasil maksimal. “Bariatrik surgery adalah opsi yang lebih baik untuk menyelamatkan nyawanya,” tutur dr. Handy.

Perkembangan Arya pasca menjalani operasi bariatrik di Omni Hospitals Alam Sutera cukup bagus. Dalam dua bulan berat badannya sudah turun 26 kg. Namun butuh proses lanjutan. Arya menjalani operasi bariatrik dengan metode sleeve dengan pertimbangan usia yang masih dalam masa pertumbuhan. Jika ia menjalani metode bypass, dikhawatirkan efek sampingnya. Menurut dr. Handy, kalau di kemudian hari hasil yang diperoleh tidak maksimal mungkin ditawarkan metode bypass. Tentunya menunggu Arya dewasa. “Bariatrik surgery di kasus-kasus tertentu bisa ada operasi lanjutan kalau penurunan berat badannya tidak signifikan,” kata dr. Handy yang mengikuti Clinical Fellowship in Minimal Access, Metabolic and Bariatrik Surgery di India.

 

Preventif

Hingga saat ini dr. Handy telah melaksanakan operasi bariatrik pada 93 orang, 70-80% diantaranya perempuan. Pasalnya perempuan lebih peduli. Hasil pasca operasi kembali ke pribadi masing-masing. Ada orang dengan kondisi lambung yang hanya bisa menerima 4 sendok makan tapi masih  lapar mata atau sebenarnya tidak lapar. Dalam tempo satu sampai dua jam ngemil, tentunya hasil operasi kurang maksimal. Berbeda halnya dengan orang yang menghindari ngemil dan minuman manis serta rajin berolahraga tentu bisa kembali ke berat badan normal.

Dr. Handy memaparkan, rata-rata penurunan berat badan pasca bariatrik surgery 1-3 kg setiap minggu sampai setahun. Kontrol dilakukan seminggu setelah operasi, setiap bulan, dan seterusnya setiap 3 bulan sampai setahun setelah operasi. Utamanya dalam obesitas adalah pencegahan, jangan sampai terjadi ledakan. Untuk itu kurangi junk food atau minuman manis. Kalori dalam minuman manis setara dengan setengah piring nasi. Potensi obesitas semakin besar jika jarang berolahraga, jarang bergerak, atau selalu menggunakan mobil ke manapun.  Akibatnya kalori yang ditimbun itu menjadi lemak.

Penelitian membuktikan, angka keberhasilan penurunan berat badan pada orang dengan kelebihan berat badan di atas 30-40 kg itu sangat sulit. Ada orang yang berhasil tapi motivasi yang turun membuat berat badan tidak bertahan lama.  Karena itu operasi bariatrik bukan untuk semua orang. Penentu keberhasilan itu bukan operasinya, bukan dokternya tapi Anda sendiri. Apakah Anda mau mengubah lifestyle? Operasi bariatrik hanya alat bantu untuk meraih kesuksesan asalkan digunakan sebaik-baiknya.