Sign up with your email address to be the first to know about new products, VIP offers, blog features & more.

Posesif, Indikasi Hubungan Tak Sehat

Kata orang, cinta pertama itu indah. Membuat kita lupa segalanya. Namun tidak demikian untuk dua remaja ini. Pasangan yang posesif ternyata membuat hubungan jadi rumit.

Apakah Anda pernah punya pengalaman menjalin percintaan dengan pasangan yang terlalu mengekang? Ia mencurahkan segenap hidupnya hanya untuk Anda. Sebagai balasannya, Anda harus bersamanya sepanjang waktu. Sementara Anda sendiri memiliki kehidupan di luar dunia percintaan. Ada keluarga dan sahabat yang mau pula menghabiskan hari bersama Anda. Seperti itu kisah cinta Lala dan Yudhis. Sebagai atlet loncat indah, rutinitas Lala hanya berputar di latihan dan sekolah. Yudhis hadir di kehidupan Lala, membawanya merasakan dunia baru yang sungguh berbeda. Saling mencurahkan perasaan sambil berjalan di taman atau mencoba wahana permainan baru. Karakter Yudhis yang manis seolah membawa Lala ke awang-awang.

Namun sikap Yudhis berubah saat mencurigai hubungan Lala dan Gino yang lebih dari teman. Ia mengancam Lala. Melihat Lala ketakutan, Yudhis memeluk dan menenangkannya. Di hadapan Lala, ia meminta maaf dan mengatakan sangat mencintainya. Belum puas juga, dengan sengaja Yudhis mengarahkan mobilnya menabrak motor yang dikendarai Gino. Tak merasa bersalah karena mencelakakan nyawa orang lain, itu yang dialami Yudhis. Melihat Lala sibuk dengan latihan loncat indah, Yudhis mengeluh bahwa selama ini ia hanya menjadi sopir untuk Lala. Tidak pernah sekalipun Lala meluangkan waktu untuk kekasihnya. Yudhis berdalih selama ini ia telah mengorbankan semua kesenangannya demi Lala, selalu ada untuk Lala. Lala lelah menjalani hubungan dengan Yudhis yang penuntut. Sementara ayahnya juga meminta Lala konsentrasi berlatih sebagai persiapan menghadapi kejuaraan.

Pikiran Lala yang tak menentu mendorongnya membuat keputusan keluar dari tim. Ia melihat loncat indah hanya obsesi sang ayah yang berhasrat membentuknya menjadi atlet seperti almarhum bundanya. Lala bersitegang dengan sang ayah yang dinilai tak mengenal dirinya. Lala memilih Yudhis sebagai tujuan hidupnya ke depan. Yudhis yang sungguh memberikan kenyamanan sekaligus penderitaan karena tak segan-segan main tangan membuat Lala berada di persimpangan jalan. Berkali-kali Lala ingin putus, berkali-kali pula Yudhis memohon ampun. Puncaknya Yudhis marah karena Lala mengingkari janjinya. Ia diterima di kampus  yang berbeda. Yudhis memaki sambil berharap Lala mengubah pilihannya. Lala yang terpojok membalas hinaan itu dengan menyinggung ayah Yudhis yang telah lama meninggalkan keluarganya. Yudhis seketika mencekiknya hingga Lala kesulitan bernapas.

Tindakan Yudhis tersebut menyadarkan Lala bahwa hubungan mereka tidak sehat. Bukan hubungan yang saling mendukung pilihan masing-masing, melainkan memaksakan sesuatu yang tidak disukai pasangan. Lala menata hidupnya tanpa Yudhis.

Kesempatan. Itu yang terlintas di benak Lala beberapa saat kemudian. Ia mendatangi rumah Yudhis begitu tersadar bahwa sebentar lagi mantan kekasihnya itu akan pindah kota. Namun sebuah fakta tersaji di hadapan Lala. Ia menyaksikan perilaku ibu Yudhis yang tak segan-segan melayangkan tangannya hingga wajah anaknya lebam. Semua itu dilakukan lantaran mendengar Yudhis secara terang-terangan menyalahkan sang ibu yang membuatnya ayahnya pergi. ‘Mama hanya punya kamu, mama mencintai kamu, tidak ada orang lain yang mencintai kamu’, suara ibu Yudhis terdengar lirih di hadapan putranya yang tersungkur lemas.

Lala kini mengerti latar belakang Yudhis bersikap posesif pada dirinya. Ia yakin kekasihnya bisa berubah menjadi pribadi yang baik. Ia mengajak Yudhis pergi meninggalkan ibunya. Merencanakan masa depan bersama. Namun Yudhis memilih kembali kepada sang bunda yang telah membesarkannya seorang diri. Ia menilai semua yang dilakukan Lala akan sia-sia sebab dirinya sulit mengontrol emosi. Selain itu memiliki kecemburuan yang tinggi terhadap pria yang berusaha mendekati Lala. Di akhir film, Lala menunjukkan bahwa cinta itu bukan modal satu-satunya untuk memperbaiki kepribadian pasangan. Tak ada gunanya mengajak Yudhis berubah jika ia memilih tetap berada dalam lingkaran kekerasan itu.

 

Membuka Mata

Dalam pandangan saya, film Posesif yang diluncurkan pada 26 Oktober 2017 lalu membuka mata mereka yang berada dalam hubungan tak sehat. Posesif adalah salah satu indikasi bahwa hubungan Anda harus diakhiri. Dengan demikian masing-masing pihak tidak saling tersakiti dan relasi dengan keluarga yang awalnya renggang kembali terjalin. Posesif yang dibarengi dengan kekerasan psikis seperti emosi yang meluap-luap atau kekerasan fisik seperti memukul masuk dalam ranah kekerasan dalam pacaran. Bagaimana mungkin ada kekerasan dalam hubungan percintaan? Posesif tidak hanya diarahkan kepada pacar, juga barang, teman, sampai keluarga. Rasa kepemilikan yang besar menjadikan seseorang ingin objek atau subjek tersebut berada selamanya dalam genggaman. Masalah kepercayaan merupakan penyebabnya. Yudhis tidak mempercayai pernyataan Lala. Ia mencari kebenaran dengan caranya sendiri. Kebenaran tidak didapat, malah menimbulkan petaka baru.

Film Posesif juga mengkampanyekan upaya preventif dari sang ayah yang tidak ingin kekerasan berulang terjadi pada anaknya. Hal itu terlihat pada adegan ayah yang membujuk Lala membuat visum dan melapor ke polisi setelah Yudhis mencekik lehernya. Lala menolak. Adegan ini menunjukkan fakta bahwa selama ini korban cenderung memilih tak mengadukan pelaku ke ranah hukum. Korban khawatir akan mengalami viktimasi baik dari keluarga maupun orang-orang yang dikenal jika melakukan hal tersebut. Diam dinilai korban sebagai cara terbaik untuk memulihkan diri dan hubungannya dengan pelaku. Padahal satu suara bisa menyelamatkan ratusan hingga ribuan korban potensial. Tokoh Lala memberi pesan bahwa dibutuhkan keberanian untuk meninggalkan pasangan yang posesif. Butuh waktu dan proses melupakan pasangan yang telah mengukir momen terindah. Semua itu bisa terjadi. Kembali kepada diri masing-masing.