Sign up with your email address to be the first to know about new products, VIP offers, blog features & more.

Bangun Kesadaran Kolektif Anak Muda Melawan Manipulasi Industri Rokok

Tanpa kita sadari iklan rokok berpengaruh besar pada pertambahan jumlah perokok di Indonesia.

Demikian pernyataan Communication Specialist Tobacco Control Support Center Kiki Soewarso pada webinar tanggal 31 Mei 2020 lalu. Webinar yang diselenggarakan LSM Lentera Anak tersebut diikuti oleh 20 blogger.

Kegiatan tersebut diadakan guna memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang jatuh pada 31 Mei setiap tahunnya. WHO menetapkan tema HTTS tahun ini adalah “Lindungi Kaum Muda dari Manipulasi Industri Rokok dan Cegah Konsumsi Rokok dan Nikotin”.  Pembicara lain yang dihadirkan yaitu Mouhamad Bigwanto selaku Tim Focal Point pada Tobbaco Control Policy Support in Indonesia-South East Asia Tobacco Control Alliance dan Hariyadi selaku Data&Analyst Officer Lentera Anak.

Kiki memaparkan, sejak beberapa tahun lalu iklan rokok sudah meraih kesuksesan. Iklan tersebut selalu menyertakan unsur perempuan dengan hubungan yang mesra dan menyenangkan. Perempuan ditampilkan modern pada masanya. Perempuan mature yang melengkapi hidupnya dengan rokok. “Artis top atau model yang menjadi bintang iklan rokok,” tutur Kiki yang bergelut sebagai pegiat  pengendalian tembakau selama 13 tahun terakhir.

Sementara itu iklan rokok saat ini harus dikemas secara kreatif. Pasalnya begitu banyak  retriksi dengan undang-undang yang ada. Sasaran iklan pun berbeda dengan menghadirkan bintang yang semakin muda.

Narasi iklan rokok yang disampaikan sangat inpiratif dan motivatif, seperti pesan ‘my life my adventure’. Penulis sendiri masih teringat pada penggalan lirik iklan rokok tahun 1990-an, “saat tepat, saat melepas gundah hati, hanyut dibuai rasa mantap, senang mengenang hati puas”. Narasinya amat kuat.

Iklan rokok dibuat berseri dengan tema yang sama, yakni membangun semangat dan kepercayaan diri anak muda. Biasanya setiap tema ditayangkan secara masif, tidak hanya di billboard, cetak, atau online termasuk di offline event.

Iklan berbiaya besar tersebut dipertontonkan secara komprehensif. Setiap tema dipertunjukkan selama 2-3 bulan. “Communication campaign-nya sangat kuat,” kata Kiki.

Kiki menilai cara tersebut menjadikan iklan rokok dari ‘sesuatu yang salah’ menjadi ‘sesuatu yang tidak salah’. Kiki mencontohkan salah satu iklan rokok yang penuh kreativitas dari ide sampai produksinya.  Namun emosinya hancur begitu mengetahui target iklan yang harus dicapai.

Tahun 1980-an iklan rokok menampilkan young executive. Saat ini iklan rokok menyasar pelajar SMP bahkan anak-anak. “Anak dan remaja di bawah 18 tahun paling banyak terpapar iklan rokok di TV. Mereka berpeluang 2,24 kali lebih besar menjadi perokok,” kata Kiki, staf pengajar STIKOM LSPR Jakarta.

Apalagi saat pandemi seperti sekarang anak-anak banyak menghabiskan waktu di rumah. Mereka mengakses internet untuk sekolah atau kuliah, termasuk hiburan. “Tidak ada jalan lain untuk melindungi anak dan remaja dari iklan rokok selain keseriusan pemerintah dalam  membatasi jam tayang iklan rokok misalnya,” ujar Kiki seraya menunjukkan video sekumpulan anak yang merokok sambil mengobrol.

Apakah industri rokok sebebas itu melakukan perekrutan perokok dalam kaitannya dengan sponsor rokok di  konser musik atau pameran seni? Hariyadi menjelaskan, industri rokok diatur regulasi, diantaranya Pasal 36 PP 109 Tahun 2012.  Pasal tersebut menyatakan, setiap orang yang memproduksi dan atau mengimpor produk tembakau yang mensponsori suatu kegiatan lembaga dan atau perorangan hanya dapat dilakukan dengan ketentuan, sebagai berikut (a) tidak menggunakan nama merk dagang dan logo produk tembakau termasuk brand image dan (b) tidak bertujuan mempromosikan produk tembakau.

Apakah industri rokok mematuhi aturan tersebut? Mereka mengakali aturan yang ada. Brand image yang muncul dari iklan rokok itu bertujuan mempromosikan produk. “Bahkan ada program yang disponsori rokok ditayangkan di TV,” kata Hariyadi, alumnus jurusan Sosiologi  Universitas Andalas.

Hariyadi melanjutkan, perusahaan rokok ternyata memiliki media untuk menayangkan sponsorship mereka. Pelanggaran lainnya adalah pelibatan anak-anak dalam program CSR salah satu brand rokok. Padahal Pasal 37 PP 109 Tahun 2012 menyatakan, setiap orang yang memproduksi dan atau mengimpor produk tembakau yang menjadi sponsor dalam bentuk CSR hanya dapat dilakukan dengan ketentuan: (a) tidak menggunakan nama merk dagang dan logo produk tembakau termasuk brand image produk tembakau dan (b) tidak bertujuan mempromosikan produk tembakau.

Pasal 29 PP 109 Tahun 2012 menyatakan, iklan di media penyiaran hanya dapat ditayangkan setelah pukul 21.30 sampai pukul 05.00 waktu setempat. Bagaimana perusahaan rokok mengakalinya? Hariyadi mencontohkan, banyaknya logo rokok yang ditampilkan saat pertandingan bulutangkis.

Hariyadi memandang, rokok itu bukan produk yang baik sehingga penjualannya dilakukan dengan cara yang tidak benar. Cara penjualannya melawan peraturan, cenderung manipulatif.

 

Terus Bergerak

Terkait revolusi industri 4, Bigwanto memaparkan, digitalisasi pada era tersebut menyebabkan disrupsi di berbagai sektor. Selanjutnya terbentuk kebiasaan baru di masyarakat, salah satunya berdagang secara online termasuk transportasi online.

Bigwanto menilai, industri rokok mampu bertahan karena sifat candunya. Bahkan mereka  membuat produk baru atau bisnis ganda, seperti vape atau rokok elektrik dengan tetap mempertahankan produk konvensionalnya.

Aksi sekecil apapun melawan industri rokok harus kita lakukan tanpa menunggu siapapun.

Dalam pengamatan Bigwanto, penurunan iklan rokok di televisi bukan disebabkan berkurangnya budget. Industri rokok di Indonesia mulai berpikir untuk beriklan di internet. “Dulu sampel produk biasanya dibagikan di konser, sekarang diadakan giveaway di Instagram melalui pertanyaan yang tidak berhubungan dengan rokok dengan tujuan berpromosi. Pemenang yang mungkin tidak merokok dikhawatirkan akan tertarik mencoba vape,” ujar Bigwanto, peraih Master of Primary Health Care Management dari ASEAN Institute for Health Development , Mahidol University, Thailand.

Contoh lainnya, sebelum memulai game online biasanya kita diminta melengkapi data. Ke depannya data itu bisa menjadi sumber informasi untuk mempromosikan produk dan menggaet anak muda. “Kebohongan yang diulang terus menerus tanpa adanya bantahan akan dianggap kebenaran,” kata Bigwanto, wakil sekretaris umum pada Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.

Penelitian LSPR Jakarta pada 2018 menunjukkan, terpaan iklan rokok di game online sebesar 36,4% dan Instagram sebesar 57,2%. Iklan rokok di media online dianggap menarik dari kata-kata, visual, dan musiknya. Sebanyak 47% remaja mengatakan iklan rokok sangat kreatif, 44,5% remaja mengetahui pesan pada iklan rokok, dan 11% remaja tertarik pada  iklan rokok.

Saat ini industri rokok sedang menanam benih. Bahkan di Instagram ada komunitas pecinta rokok dengan brand tertentu. Para anggotanya aktif komunikasi. “Media sosial sangat terbuka, apapun ada di sana. Internet adalah platform yang sangat lemah, apalagi pemerintah belum punya regulasinya. Ini bisa dijadikan celah melancarkan promosi mereka,” ujar Bigwanto yang aktif menjadi narasumber di berbagai seminar dan diskusi terkait pengendalian tembakau.

Mengingat kita berada di situasi yang terus berkembang dan industri rokok beradaptasi dengan baik, kita harus bergerak tanpa menyalahkan siapapun. Dengan demikian kita akan mendapatkan solusi. Aksi sekecil apapun harus kita lakukan tanpa menunggu siapapun.

Kiki menyarankan, harga rokok dinaikkan atau rokok tidak dijual batangan sehingga masyarakat sulit mengaksesnya. Pasalnya iklan berpengaruh besar terhadap kenaikan angka perokok anak. Selain itu di sekolah harus dimulai pendidikan atau pemberian informasi mengenai bahaya rokok seperti halnya sex education. “Sekolah sebaiknya tidak hanya menolak sponsorship rokok atau beasiswa, juga tidak memperbolehkan guru-guru merokok,” kata Kiki.

 

Solidaritas

Beberapa hari lalu di Instagram Lentera Anak, penulis mengikuti Bincang Asyik HTTS 2020. Acara tersebut menghadirkan narasumber Ketua BEM Universitas Indonesia Manik Marganamahendra.

Biasanya HTTS fokus pada edukasi masyarakat mengenai bahaya merokok. Namun di tahun ini ada keyakinan yang lebih besar bahwa masalah rokok tidak hanya konflik horisontal antara perokok aktif dan perokok pasif. “Mereka adalah korban dari industri rokok. Paradigma ini yang harus dibentuk bersama di pikiran anak muda. Masalah utamanya adalah industri,” ujar Manik.

Perjuangan melawan industri rokok tidak bisa dibebankan kepada beberapa orang, perlu ada kesadaran kolektif.

Manik mengemukakan, ironisnya orang terkaya di Indonesia berasal dari industri rokok. Banyaknya uang yang dimiliki digunakan untuk memanipulasi produknya ke anak muda sehingga mereka menjadi konsumen yang berkelanjutan. “Rokok ini adalah produk mematikan yang bisa mengakibatkan korban meninggal,” kata Manik.

Industri rokok menargetkan konsumen anak muda sebab jumlahnya secara demografi sangat besar. Lahan basah bagi industri rokok. Industri rokok gencar berpromosi tapi tidak secara langsung menampilkan produk. Mereka menggunakan subliminal advertising sehingga anak muda merasa dekat dengan produk tersebut.

Merokok dicitrakan sebagai hal yang asyik, gaul, hingga memancing jiwa anak muda. Produk ini tersebar di manapun, termasuk baliho atau spanduk iklan rokok di dekat sekolah. “Secara tidak langsung iklan itu diserap anak muda yang membuat mereka mencobanya,” kata Manik.

Manipulasi lainnya adalah industri rokok melekatkan dirinya sebagai industri baik, misalnya sponsor rokok di acara olah raga atau musik. Anak muda yang datang ke acara tersebut membentuk framing bahwa merokok itu keren. Manipulasi tersebut berhasil mendekatkan rokok dengan anak muda.

Sementara itu kita melihat prevalensi perokok anak di Indonesia mengalami kenaikan. Hal itu sangat disayangkan. Mungkin keluarga tidak mencontohkan hal yang baik atau anak terpapar  iklan. Anak menormalisasi bahwa merokok itu keren.

Di kemudian hari anak dikhawatirkan mengalami kecanduan dan ketergantungan pada rokok hingga tua. Dengan kata lain mereka menjadi konsumen rokok seumur hidupnya.

Industri rokok di Indonesia dibiarkan semakin besar sehingga mereka memposisikan dirinya sebagai industri yang memiliki power hingga ke pembuat kebijakan. Oleh karena itu perlu dibentuk kesadaran kolektif pada anak muda agar tidak mau diberdaya industri rokok. “Kesadaran kolektif yang murni lahir dari pengetahuan anak muda yang bertanggung jawab, tanpa intervensi pihak lain akan membangun solidaritas sehingga kita bisa menyatakan sikap,” ujar Manik yang saat ini sedang membangun Tata Muda yang mengedepankan peran aktif young citizen.

Bagaimana kita membangun narasi bahwa industri rokok mempunyai masalah besar? Bagaimana kita memberi perspektif atau sudut pandang kepada orang yang denial terhadap masalah kesehatan? Bagaimana kita peduli terhadap keselamatan orang lain?

Masalah rokok ini tidak bisa dibebankan kepada perokok pasif. Menjadi tugas bersama melawan industri rokok berikut kapitalisme yang berlindung di balik kebaikan.

Pemilik sumber daya mengeksploitasi mereka yang tidak punya sumber daya. Nahasnya mereka mengeksploitasi orang atas dasar hak kesehatan dan hak ekonomi. Industri rokok  menormalisasi aktivitas yang tidak sehat hingga memperdaya anak muda sebagai konsumen. Disayangkan selama ini industri rokok berlindung di balik petani tembakau. Faktanya mereka merupakan pihak yang merugi ketika industri itu bangkrut. Bertani tembakau tak ubahnya  berjudi, kadang untung kadang rugi. Pasalnya tembakau bergantung pada cuaca.

Sementara itu mayoritas produk rokok yang dibuat di Indonesia berbahan baku tembakau impor. Artinya industri rokok tidak memberdayakan petani tembakau itu sendiri. Seiring berjalannya waktu banyak petani tembakau beralih tanam.

Dalam pandangan Manik, kebanyakan konsumen produk rokok berasal dari masyarakat kelas bawah. Bahkan anggaran belanja mereka didominasi beras dan rokok. Porsinya  lebih besar dibanding lauk pauk atau biaya pendidikan anak. Kita tidak bisa menyalahkan mereka yang terjebak dalam masalah sistemik.

Penting sekali kita mengetahui bahwa manipulasi industri rokok ini begitu besar. Kita adalah target dan kita harus melawan. Perjuangan melawan industri rokok tidak bisa dibebankan kepada beberapa orang, perlu ada kesadaran kolektif. Saatnya anak muda dengan narasinya melawan, saatnya anak muda menentukan.