Sign up with your email address to be the first to know about new products, VIP offers, blog features & more.

Seputar Tax Amnesty

tax-amnesty
Kepala Seksi Hubungan Eksternal Dirjen Pajak Endang Unandar menyampaikan informasi mengenai TA di hadapan karyawan SCTV dan blogger

Tax Amnesty. Ungkap. Tebus. Lega

Tax Amnesty (TA) menjadi isu hot di mana-mana. Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak sering dipanggil menyosialisasikan TA termasuk permintaan dari luar negeri. Sebelum tiba di SCTV Tower pada 2 September 2016 lalu untuk menggelar diskusi, Kepala Seksi Hubungan Eksternal Dirjen  Pajak Endang Unandar dan tim mengadakan  teleconference mengenai TA dengan WNI  di Amerika Serikat.

Latar belakang UU TA No. 11 Tahun 2016 adalah negara membutuhkan dana untuk menjalankan roda pemerintahan. Harapannya dana tersebut  digunakan untuk investasi dan pembangunan infrastruktur sehingga roda perekonomian  bisa berjalan. Perlu diketahui bersama hal pembeda antara UU TA dengan UU Pajak Penghasilan (PPh) adalah objek UU TA  adalah aset atau harta sementara objek UU PPh adalah penghasilan. “Kita membeli harta dari penghasilan. Kalau penghasilan tersebut dipotong pajak artinya tidak ada masalah. Permasalahannya, apakah   kita mencantumkan harta tersebut dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT),” ujar Endang.

Endang memberi ilustrasi, Alex bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Ia memperoleh penghasilan yang telah  dipotong pajak. Setiap tahun Alex mendapat bukti potong. Di luar profesi utamanya Alex bekerja  sebagai sopir. Dari pekerjaan tersebut ia memperoleh penghasilan yang digunakan untuk membeli  mobil. Sejak tahun 2012 sampai sekarang terkumpul lima mobil. Saat mengisi SPT  Alex hanya mencantumkan satu mobil yang didapat dari pekerjaanya sebagai karyawan.  Bagaimana dengan empat mobil  yang belum dilaporkan Alex?

Dirjen  Pajak menilai penghasilan yang didapat Alex harus dikenakan PPh. Misalnya empat mobil tersebut total bernilai Rp 600 juta. Pada 2015  Dirjen  Pajak memperoleh informasi dari Samsat bahwa sebenarnya Alex punya empat mobil. Pasal 17 UU PPh mengatur tarif progresif untuk orang pribadi, penghasilan sampai dengan Rp 50 juta setahun dikenakan tarif 5%, penghasilan Rp 50 juta-Rp 250 juta setahun  dikenakan tarif 15%,  penghasilan Rp 250 juta-Rp 500 juta setahun dikenakan tarif 25%, sementara penghasilan di atas Rp 500 juta setahun  dikenakan tarif 30%. Artinya  penghasilan Alex dikenakan tarif 30%. Maka pajak yang seharusnya dibayar Alex adalah  Rp 180 juta.

Alex tidak melaporkan kepemilikan empat mobil tersebut sejak 2012. Setiap bulannya dikenakan 2% (maksimal 24 bulan), maka 2%x48bulanxRp 180 juta=Rp 86,4 juta. Artinya Alex harus menyetor ke kas negara sebesar Rp 266,4 juta. Dirjen Pajak akan mengirimkan surat imbauan kepada Alex untuk menyetor. Jika diabaikan, Dirjen Pajak akan mengirimkan surat tagihan. Jika mengalami respon yang sama akan dikirimkan surat paksa yang berujung kepada penyitaan. “Ini bukan untuk menakut-nakuti melainkan utang PPh, bagaimana dengan TA,” kata Endang.

TA adalah pengampunan pajak atas pajak yang seharusnya terutang. Pajak terutang sebesar Rp 266,4 juta bisa  dihapuskan sanksi administrasi dan sanksi pidananya dengan cara mengungkapkan harta (empat mobil) dan membayar uang tebusan (2% dari nilai harta, Rp 600 jutax2%=Rp 12 juta).

Endang mengungkapkan saat UU TA disusun, pegawai Dirjen Pajak tidak bisa menerima karena potential lost-nya banyak sekali. Seperti kasus Alex, dari Rp 266,4 juta ia hanya membayar Rp 12 juta, potential lost-nya Rp 244,4 juta. Untuk itu pegawai Dirjen Pajak harus ikhlas. Semua wajib pajak yang belum menyampaikan SPT dengan lengkap, benar, dan jelas   bisa memanfaatkan TA. “Berlaku juga untuk PNS. Banyak di antara mereka yang punya usaha seperti  warung atau kost-kostan,” tutur Endang.

Pertanyaan dan Jawaban

Berikut pertanyaan yang diajukan para peserta diskusi disertai ulasannya oleh Endang.

Pertanyaan (P):  Saya membuat SPT tahun 2009. Setahun  kemudian saya menikah. Saya bertanya ke petugas pajak bagaimana dengan SPT saya. Mereka menjawab, ketimbang repot SPT dibuat dengan status belum menikah. Apakah SPT suami dan istri harus digabungkan?

Jawaban (J): Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tahun 2016 untuk satu orang besarnya Rp 54 juta setahun. PTKP merupakan salah satu subsidi pemerintah. Misalnya penghasilan sebesar Rp 70 juta setahun,  dikurangi Rp 54 juta menjadi Rp 16 jutax5%=Rp 800 ribu setahun atau Rp 66 ribu per bulan. NPWP ingin digabung atau dipisah antara suami dan istri itu pilihan. Jika NPWP digabung, istri cukup minta bukti potong dari perusahaan.  Nanti bukti potong digabungkan  ke SPT suami. Kemudahannya, cukup suami yang melaporkan SPT sehingga istri tidak pusing. Di daftar harta ditulis semua aset milik suami dan istri.

P: Bagaimana dengan  warisan atau hibah?

J: Warisan, bantuan, sumbangan, atau hibah bukan objek pajak. Misalnya lima tahun lalu saya mendapat warisan, tuliskan di SPT dan lampirkan akta waris.

P: Saya menyampaikan pesan dari seorang yang tinggal di di ujung timur Jawa Barat. Selasa kemarin saya ke kantor pajak mencoba menanyakan tentang TA alias Pengampunan Pajak. TA adalah pembayaran pajak dari harta yang belum dibayarkan. Setelah   dilaporkan  tunggakannya diampuni, hanya bayar tebusan 2%, begitu kata petugas. Ia juga menyampaikan, jika saya tidak mengikuti program ini sampai batas waktunya lalu petugas pajak mengetahui harta yang tidak dilaporkan, denda pajaknya akan terkena 200%. Rumah saya sudah dikenakan PBB. Demikian ketika saya membeli motor. Di kantor pajak saya termenung, terbayang aset yang belum dilaporkan. Padahal saya harus membiayai anak yang masih bersekolah. Semestinya TA untuk menarik pajak kakap yang menghindar atau menaruh uangnya di luar negeri. Mengapa orang kecil seperti saya malah dikejar dengan alasan pajak. TA rasanya seperti jebakan, orang kecil diperas karena tidak mampu menjaring yang kakap. Pahit benar menjadi rakyat di Indonesia.

J: Key point saya,  teman-teman tidak perlu takut. Tidak benar kalau tidak ikut TA dikenakan sanksi 200%. Sebaliknya  TA itu  fasilitas.  Misalnya Alex punya lima rumah, hanya satu rumah yang dicantumkan dalam SPT, sementara empat lainnya belum. Tanggal 31 Maret 2017 ketika fasilitas ini  sudah selesai kami dapat data Alex tidak melaporkan empat rumahnya,  itulah yang dikenakan pajak. Misalnya penghasilan Alex Rp 100 juta, Rp 100  jutaxRp 15%=Rp 15 jutax200% (sanksi)=Rp 30 juta. Maka Alex harus membayar Rp 45 juta.

P: Dua tahun lalu saya mendapat warisan rumah senilai Rp 1 miliar. Saya hanya memasukkan harta yang didapat dari gaji di SPT. Bagaimana?

J: Warisan ini bukan objek pajak. Kalau didapat dua tahun sebelumnya perlukah TA? Buat pembetulan  SPT dua tahun sebelumnya. Bagaimana dengan  aset yang belum dimasukkan? Kalau Anda siap membuktikan aset tersebut dibeli dari penghasilan, tidak perlu ikut TA. Intinya aset  tersebut sudah dicantumkan di dalam SPT. Kalau belum, apakah Anda yakin aset itu dibeli dari penghasilan murni yang sudah dipotong  pajak dari perusahaan.  Kalau aset itu dibeli dari uang warisan berarti harus ada sumber warisannya. Kalau belum dicantumkan  dalam SPT, tuliskan dalam pembetulan. Pembetulan SPT itu kalau tidak ada pajak yang dibayar hanya dikenakan sanksi administrasi Rp 100 ribu. Apa manfaat TA? Pertama, penghapusan pajak yang seharusnya terutang. Kedua, tidak dikenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana perpajakan. Sanksi pidana seperti apa? Misalnya Alex tidak menuliskan aset dalam SPT. Hal tersebut   diketahui Dirjen Pajak lalu Alex menolak membayar penagihan, akan ada surat teguran, surat paksa, sampai surat penyitaan. Ujungnya adalah  pidana penjara. Ketiga, tidak dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan, seperti Alex yang memiliki bukti pemotongan pajak dari aset yang dibeli. Saat dicek semuanya cocok, selesai. Kalau tidak cocok, dihitung pajaknya, dikalikan sanksinya 2%x24 bulan. Kemudian diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Bila Alex menolak membayar akan ditindak dengan  surat teguran, surat paksa, surat penyitaan, sampai pidana. Keempat, jaminan rahasia (data pengampunan pajak tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan dan penyidikan tindak pidana apapun). Bila  Alex memiliki uang  Rp 10 miliar yang ditulisakan dalam TA, informasi tersebut tidak akan disebarluaskan dan dijamin kerahasiaannya.  Data yang masuk tidak dapat diminta oleh siapapun, tidak dapat diberikan kepada pihak manapun, serta tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan tindak pidana apapun, Petugas pajak yang membuka data tersebut  akan dikenakan hukuman lima  tahun penjara. KPK tidak boleh meminta data yang sudah masuk ke Dirjen  Pajak. Oleh karena itu petugas pajak  tidak boleh membawa kamera,  handphone, termasuk  alat perekam. Kelima, pembebasan pajak penghasilan untuk balik nama harta tambahan. Perlu diketahui bersama,  banyak orang kaya yang tidak punya aset. Misalnya Alex punya empat rumah tapi ditulis atas nama  orang lain. Mengikuti TA artinya Alex sudah  men-declare rumah tersebut balik nama dan  dibebaskan pajak penjualannya.  Keenam, penghentian proses pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan.

P: Empat tahun lalu saya bekerja di sebuah lembaga internasional. Gaji saya tidak dikenakan pajak. Di tempat kerja sebelumnya saya pernah lapor SPT. Bagaimana?

J: Kalau  tidak punya penghasilan, tetap melaporkan hartanya dalam SPT. Cek SPT lama,  apakah benar harta dibeli dengan penghasilan yang sudah dipotong  pajak. Pemerintah perlu terobosan untuk warga negaranya. Rencananya pada 2018/2019 ada automatic exchange of information, 67 negara  bersatu membuat MOU. Ke depan informasi seperti rekening bank, data pembelian mobil dari Samsat, properti yang dibeli, sampai dana yang disimpan di luar negeri akan bebas didapat. Silakan yang mau memanfaatkan TA, kalau tidak ya tidak masalah.  Kalau Anda yakin sudah menyampaikan aset dalam SPT,  tidak perlu takut.

P: Saya terakhir bekerja dan melaporkan SPT tahun 2014. Saya membuat NPWP  tahun 2009  dengan alamat orangtua di Tegal. Kemudian saya membuat KK karena menikah di Madiun. Saya sempat datang ke kantor pajak setempat, disarankan melakukan perubahan dengan surat pengantar dari Tegal. Saat ini saya bekerja freelance. Sementara suami sekarang bekerja di kantor kontraktor, sebelumnya  di kantor konsultan teknik. Bagaimana?

J: Ini kasuistik. Anda bisa langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat. Anda wajib memiliki NPWP  kalau penghasilan baik sebagai karyawan atau bukan karyawan di atas Rp 4,5 juta per bulan. Korelasinya, jika   tidak punya NPWP, tidak perlu melaporkan SPT.

P: Banyak karyawan pindah kerja tiga sampai empat kali dalam satu tahun. Seperti teman saya yang pindah kerja. Karena masih bekerja satu bulan, ia tidak mendapat bukti potong.  Di kantor lama maupun kantor baru ia mengisi SPT. Karena bukti potongnya kosong, kantor baru mengatakan ia kurang bayar yang besarnya hampir setengah gajinya. Saat itu SPT  tidak jadi dilaporkan. Ia merasa dirugikan.

J: Aturannya kalau kurang bayar,  berarti  harus bayar. Itu  sistem. Jika pindah kerja, usahakan minta bukti potong. Penghasilan di kantor lama dan kantor baru digabungkan, dihitung ulang, masukkan bukti potong dari kantor lama dan kantor baru, tetap hasilnya sama. Berbeda jika di kantor baru ada lonjakan gaji, artinya  kekurangan bayar. Maka harus ada yang dibayar. Jika karyawan tidak menyampaikan SPT, nanti ditegur dan diimbau.

P: Disarankan hartanya ada berapa jika ikut TA?

J: Berapapun. Formulir TA bisa didownload di www.pajak.go.id. Perlu diperhatikan harta dibeli dari  penghasilan yang sudah dipotong pajak. Jika  belum, buktikan dan ikuti TA. Untuk mengikuti TA,  dipakai  nilai wajar, nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian wajib pajak. Nilai wajar itu diserahkan ke wajib pajak. Misalnya total harta saya Rp 1 miliar. Saya hanya punya uang Rp 5 juta. Kita bisa pakai nilai wajar, misalnya rumah  Rp 60 juta meskipun saya beli Rp 200 juta, mobil Rp 100 juta walaupun saya beli  Rp 250 juta,  motor Rp 5 juta.  Dirjen  Pajak tidak menanyakan, diserahkan kepada wajib pajak. Ditotal semua Rp 300 jutax2%=Rp 6 juta. Efeknya? Kalau pabrik saat ini bernilai  Rp 10 miliar. Pemilik pabrik merasa berat sehingga ia membuat nilai pabriknya Rp 2 miliar. Lima tahun kemudian ia menjual pabriknya dengan nilai Rp 15 miliar. Artinya ada capital gain Rp 5 miliar yang akan dikenakan pajak penghasilan. 15% dikalikan Rp 5 miliar menjadi Rp 750 juta. Dahulu mencantumkan Rp 10 miliar hanya bayar 2% (Rp 200 juta). Tebusannya Rp 40 juta. Begitu dijual dengan angka Rp 15 miliar,  ada capital gain Rp 13 miliar, kena 15%. Mengapa pakai nilai wajar? Misalnya harga rumah Rp 1 miliar. Rumah tersebut belum saya laporkan. Nilai wajarnya Rp 300 juta, berarti saya bayar 2%. Enam tahun kemudian saya jual dengan harga Rp 1,5 miliar, tidak ada capital gain. Untuk rumah berlaku UU PPh dan PPHTB (pajak penghasilan atas perolehan atau penjualan tanah dan atau bangunan), jadi tidak berpengaruh. Berbeda dengan perusahaan.

P: Aset saya seperti mobil dan rumah masih kredit. Batasannya berapa? Saya  punya motor yang berumur hampir 10 tahun. Kalau dijual harganya Rp 1 juta dan sekarang tidak dipakai. Apakah harus dilaporkan? Kemudian untuk rumah dan mobil itu nilai yang dilaporkan yang mana?

J: Nilai wajar diserahkan kepada Anda. Misalnya mobil yang dulu dibeli Rp 200 juta, kita pakai nilai wajar Rp 50 juta. Atau harga rumah sekarang Rp 500 juta padahal dulu dibeli Rp 200 juta, boleh pakai  Rp 200 juta. Dirjen  Pajak membuat UU TA untuk memperbaiki administrasi perpajakan. Di TA diakui rumah tersebut harganya Rp 500 juta dibiayai melalui hutang Rp 400 juta, yang dimasukkan adalah harta bersih (nilai harta dikurangi utang). Utang yang diakui untuk orang pribadi adalah 50% dari harta tambahan, sementara perusahaan 75% dari harta tambahan. Contohnya, Alex membeli rumah Rp 500 juta enam tahun yang lalu. Rumah tersebut dibiayai melalui utang Rp 400 juta. Di UU TA dihitung 50% dari nilai tambahan, Rp 500 juta dikurangi Rp 250 juta,  uang tebusannya adalah Rp 250 jutax2%. Utang yang diakui adalah utang yang berkaitan dengan harta tersebut. Misalnya, harga mobil Rp 200 juta  dibiayai utang Rp 50 juta (DP). Dari Rp 200 juta yang diakui hanya 50%. Jadi Rp 200 juta kurang Rp 100 juta, Rp 100 juta itu yang dikalikan 2%.

Di akhir diskusi Endang menyampaikan pesan, kantor Dirjen  Pajak juga dibuka hari Sabtu pk 08.00-14.00 dan hari Minggu pk 08.00-12.00. Hal yang perlu disiapkan adalah mental dan uang (untuk membayar uang tebusan). Di www.pajak.go.id  banyak pertanyaan yang bisa dibaca. Dirjen Pajak juga menyediakan layanan Tax Amnesty Service di nomor telepon  1500745.