Synthesis Development berkolaborasi dengan para kreator menghidupkan kisah Prajawangsa yang bisa dinikmati dalam film pendek ‘Pusaka Prajawangsa’. Film pendek dipandang tepat menyuarakan nilai yang diusung Prajawangsa City.
Melalui film pendek Synthesis Development berusaha menyebarkan kearifan lokal, pengetahuan, dan wawasan mengenai karya seni Indonesia kepada masyarakat. Film merupakan media yang bisa dinikmati semua kalangan serta dipandang tepat untuk menyuarakan nilai-nilai yang diusung Prajawangsa City tanpa harus berteriak.
Untuk itu Synthesis Development menciptakan kolaborasi kreatif dengan para kreator dalam menghidupkan kisah baru dari Prajawangsa, sosok pahlawan yang hidup di jaman Hindia Belanda. Dalam proses kreatifnya Synthesis Development menggandeng penulis muda yang telah menghasilkan karya-karya bestseller Alexander Thian. Ide cerita diracik bersama penulis muda lainnya, Windy Ariestanty, Valiant Budi, dan Hanny Kusumawati. Film pendek ‘Pusaka Prajawangsa’ adalah proyek kolaborasi kreatif untuk merayakan gairah mencipta dan menjaga kepercayaan di dalam diri.
Synthesis Development juga mengajak desainer Lulu Lutfi Labibi yang konsisten mengeksplorasi lurik. Lulu memilih desain pakaian yang berbahan lurik untuk dikenakan para pemeran. Salah satu pemeran adalah seniman muda Aimee Saras dengan kemampuan akting dan musik. Proyek Synthesis Development, diantaranya Bassura City, Synthesis Square, Synthesis Residence Kemang, dan Pusaka Prajawangsa.
Menurut Alex, hal yang harus diperhatikan atau faktor utama saat membuat skenario yang menarik untuk difilmkan adalah cerita. Narasi dalam skenario sangat berbeda dengan novel atau cerpen. Deskripsi di script atau skenario harus tegas, lugas, dan langsung. Hindarkan penggunaan kata yang berbunga-bunga atau puitik. Pasalnya banyak pihak yang membaca script, seperti aktor, artis, sutradara, dan editor. Mereka harus bisa menerjemahkan apa yang ditulis seperti yang diinginkan penulis script. “Dalam skenario harus ada premis. Premis film ‘Pusaka Prajawangsa adalah orang-orang yang berusaha memenuhi janji, komitmen, dan rencana masing-masing apapun yang terjadi. Hal itu yang menjadi kekuatan film ‘Pusaka Prajawangsa,” ujar Alex dalam Creative Talk di Marketing Lounge Prajawangsa City, Mall @Bassura pada 20 Agustus 2016.
Setelah premis ditentukan, sinopsis atau garis besar cerita dibuat. Selanjutnya menyusun treatment, bagian yang lebih detail. Ada yang disebut description yaitu aktivitas para pemain dan situasi. Misalnya sinopsis pertama, Bima dan Drupadi bertemu di kafe membicarakan sebuah lukisan. Sinopsis tersebut diperjelas dalam treatment, apa yang sebenarnya mereka bicarakan atau situasi kafe tersebut. Ada juga yang disebut parenthetical, keterangan yang menjelaskan segala sesuatu yang dilakukan pemain. “Contohnya Windy menatap saya selaku lawan bicaranya,” tutur Alex, pemilik akun amrazing.com.
Mulanya saat ditawari project ini Alex merasa asing dengan nama Prajawangsa. Ia berusaha mencari data mengenai pahlawan Betawi tersebut. Namun tidak banyak informasi memadai yang memuaskan keingintahuan Alex. Kemudian disepakati membuat cerita yang baru. Dengan demikian orang mau menonton.
Alex menerima tantangan tersebut. Pertama, bagaimana membuat kisah Prajawangsa ini menjadi relevan dengan kehidupan masa kini. Untuk itu Alex membuat setting, karakter, hingga pemain tahun 2016. Tantangan berikutnya, Alex ingin Bima sebagai karakter utama tidak melukis di kanvas biasa melainkan di kain lurik. Mengapa kain lurik? Mengapa bukan batik? Karena batik sudah jauh lebih populer. Saat mulai develop script Alex melihat ada potensi membangun kisah cinta, bagaimana perempuan tidak berani mengungkapkan perasaan kepada laki-laki yang disukainya. “Cinta diam-diam. Ketika laki-laki itu dekat dengan yang lain, perempuan itu marah,” tutur Alex.
Menciptakan Ruang Baru
Alex menginginkan kisah yang mainstream ini dibungkus dalam kerangka yang lebih besar dan menginterpretasikan kain lurik sebagai kain nasional Indonesia. Selalu ada ruang untuk berkembang dalam membuat skenario. Jangan membatasi diri. “Jika ada potensi untuk menambahkan cerita, lakukan itu,” kata Alex menyemangati.
Bagaimana menemukan dan mengembangkan karakter agar cerita menjadi menarik? Alex memberi gambaran, umumnya orang menganggap profesi pelukis itu serius, pendiam, suka menyepi, bekerja sendiri. Alex membalikkan stereotipe itu dengan membuat karakter Bima menjadi jahil, bawel, tidak bisa diam tapi ia bekerja dengan sangat bagus. Alex ingin memberitahu bahwa pelukis atau fotografer tidak selamanya suka dengan kesendirian. Mereka juga bisa berinteraksi dengan manusia lain. “Ketika membuat karakter-karakter ini yang dipikirkan bagaimana karakter berikut profesi mereka relate ke banyak orang,” kata Alex.
Kalau mau membuat skenario yang bagus, jadikan tokoh utama disukai dan buat musuh dalam cerita tersebut benar-benar menjadi ancaman. Pertanyaan yang diajukan kepada diri kita dan karakter yang dibuat akan menjadikan cerita menjadi kaya. Pola tersebut sangat cair dan bisa diimplementasikan ke banyak jenis tulisan, tidak hanya action dan drama. “Dalam membuat skenario, saya sampai membuat zodiak. Kita tidak akan kehabisan cerita kalau mengenali karakter yang kita buat. Kalau sudah kehabisan cerita, bingung, atau stuck, kembali lagi ke karakter,” ujar Alex.
Alex mengakui, sebenarnya proyek Prajawangsa City ini untuk mempromosikan apartemen, iklan bukan untuk berjualan. Namun Alex dan tim diberi kebebasan berproses kreatif dan membuat cerita yang bagus. Riset dilakukan selama satu bulan untuk menggali banyak hal. Alex yang semula mengira lurik sama dengan batik akhirnya mengetahui arti lurik yang menggambarkan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta. “Maknanya sungguh dalam, kita dituntut rendah hati, memijak bumi, dan sebagainya,” kata Alex.
Proses kreatif mengawinkan ide besar Pusaka Prajawangsa yang memiliki delapan tower diterjemahkan ke dalam delapan lukisan, yakni Aksa (cincin bermata yang melambangkan kejernihan diri, jiwa dan pikiran), Bargawa (tusuk konde yang melambangkan pengetahuan), Cemeti (ikat pinggang kulit yang melambangkan pengendalian diri), Diwangkara (pisau yang melambangkan kebijaksanaan), Ekanta (mahkota yang melambangkan kekuasaan), Fulmala (perisai tangan yang melambangkan welas asih), Ganitri (gelang yang melambangkan pengabdian), dan Hima (kuas yang melambangkan penciptaan). Cara tersebut dinilai sebagai bentuk berjualan oleh Alex dan tim yang diimplementasikan ke dalam cerita. Delapan lukisan itu menjadi satu kesatuan besar, merupakan filosofi Prajawasangsa.
Kontinuitas dalam cerita itu sangat penting. Alex menemukan bahwa menulis script film pendek dengan waktu 15 menit itu lebih sulit dibanding film panjang seperti sinetron. Namun intinya adalah menyampaikan cerita. Apalagi film pendek ‘Pusaka Prajawangsa’ memiliki banyak sekali bahan dan itupun belum dibahas semua. Berbeda dengan sinetron atau film yang leluasa untuk dikupas serta bahan yang bisa dieksplor. “Maka kita harus benar-benar membuat dialog yang efektif dan tepat sasaran. Film ini dibuat dalam tiga episode dan masing-masing berdurasi delapan menit,” ujar Alex.
Alex mengisahkan sukanya menjadi penulis script, yaitu pengetahuan bertambah sebab ia harus membaca, riset, dan menonton. Otomatis teknik menulis semakin maju. Potensi penulis itu tak terbatas. Di sisi lain dukanya adalah rajin begadang karena dikejar tenggat pengumpulan naskah.
Ketika memutuskan menjadi seorang penulis artinya sudah membuka cakrawala yang amat sangat luas. Penulis itu belajar mengamati dan menuangkan kegelisahannya dalam tulisan. Rajin berlatih membuat perasaan terasah dan menciptakan ruang baru. “Kalian yang sudah jadi penulis atau ingin jadi penulis tak perlu takut karena semakin kita berlatih semakin banyak yang kita tahu dan semakin banyak ruang yang terbuka. Menjadi penulis itu abadi,” ujar Alex yang berkecimpung sebagai penulis skenario sejak 2009.
Terkadang dalam hidup orang yang paling kita percaya ternyata musuh kita sendiri. Namun kebenaran akan menampakkan wajahnya. -Pusaka Prajawangsa-
Komentar Terbaru