Pameran Furniture Indonesia dan Mozaik Indonesia menunjukkan semakin banyak produk Indonesia yang artistik dan bernilai jual tinggi. Kini saatnya produk Indonesia menjadi raja tidak hanya di tingkat nasional juga internasional.
Pameran Furniture Indonesia berkolaborasi dengan Mozaik Indonesia 2016 diselenggarakan pada 10-13 Maret 2016 di Jakarta Convention Center. Pameran yang diselenggarakan oleh Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO) dan PT Traya Eksibisi Internasional tersebut adalah wadah yang tepat menghubungkan desainer profesional dan industri manufaktur serta mengangkatnya ke pasar global. Pameran Furniture Indonesia merupakan transformasi dari Indonesia International Furniture and Craft Fair (IFFINA) yang telah diselenggarakan sejak tahun 2008 hingga tahun 2015. Pameran Furniture Indonesia diikuti 200 exhibitor dari dalam dan luar negeri.
Baik Furniture Indonesia maupun Mozaik Indonesia merupakan pameran business to business. Mozaik Indonesia menghadirkan rangkaian desain interior, lighting, tableware, keramik, hingga home textile yang diikuti 100 desainer terbaik. Berikut dijabarkan profil beberapa peserta pameran Furniture Indonesia dan Mozaik Indonesia.
Exhibit designer, writer, speaker dan lecturer visual artist Agus Iswahyudi adalah salah satu peserta pameran Mozaik Indonesia. Saat mendatangi standnya, penulis diterima oleh mahasiswanya di Bina Nusantara Dian Victorious. Pada waktu yang bersamaan Agus tidak berada di tempat. Dian menyampaikan saat ini Agus lebih banyak mengajar di Universitas Tarumanagara. Agus mencurahkan isi hatinya kepada seni dalam bentuk lukisan. Semua benda dijadikan media melukis, seperti yang dipamerkan di Mozaik Indonesia yakni lukisan di kursi dan kardus. “Memang sudah soul dia,” kata Dian saat ditanya alasan Agus melukis di medium yang tidak biasa.
Dian menyatakan, melalui lukisan di kursi dan kardus Agus ingin hasilnya terlihat indah. Selama menjadi mahasiswa Agus, Dian memaparkan beliau mengajarkan untuk menggambar menggunakan hati. Ketika diperhatikan karya seni Agus cenderung beraliran street. Partisipasi Agus dalam pameran Mozaik Indonesia sebagaimana yang disampaikan Dian, bertujuan memperlihatkan lukisan dan karakternya. Selama ini produk yang dihasilkan Agus telah dijual di dalam dan luar negeri secara online. “Ketika orang melihat produk itu, sudah tampak karakter Agus,” tutur Dian.
Sampah Jadi Berkah
Siapa yang menyangka sampah seperti kemasan pewangi atau sabun cair hingga billboard bekas yang selama ini dipandang tak berguna dapat diolah menjadi sesuatu yang memiliki nilai pakai dan nilai jual. ‘Trash transformed, lives changed’, semangat yang diusung XS Project dalam menjalankan social entrepreneurship sejak 10 tahun lalu. Sales Representative XS Project Trisnur Ade menjelaskan, produk yang dibuat diantaranya basket dari kemasan pewangi pakaian, tas dari billboard bekas, pencil case dari cover jok mobil, sampai shopping bag dari bendera bekas. “Kami melihat semakin banyak sampah yang menumpuk. Untuk itu kami manfaatkan supaya sampah tidak terlalu penuh dan menimbulkan banjir di mana-mana,” ujar Trisnur.
Trisnur memaparkan, XS Project membeli sampah dari pemulung di Cirendeu. Sampah setengah bersih itu selanjutnya dibersihkan lagi sampai higienis. Terdapat sembilan orang yang mengerjakan produk daur ulang di workshop yang berlokasi di Cilandak. Produk yang selesai dibuat lalu dijual. Selama ini XS Project menjual produk di bazaar internasional yang diadakan oleh American Women Association(AWA), Women International Club (WIC), Australian and New Zealand Association (ANZA), hingga Jakarta International School (JIS). Sebagian dana yang terkumpul dari produk yang terjual disumbangkan untuk pendidikan dan kesehatan 60 anak pemulung yang bersekolah di tingkat playgroup sampai SMU. “Kami membantu pemulung supaya hidup layak,” tutur Trisnur.
Selain di dalam negeri, XS Project juga menjual produk daur ulang ini ke luar negeri, seperti Singapura. Metode pemasarannya adalah dari mulut ke mulut. Selain itu ke Amerika Serikat karena pendiri XS Project, Ann Wizer bermukim di sana. Di pameran Mozaik Indonesia, Biansa Home yang menjual produk home decor menggandeng XS Project. Trisnur menyatakan pameran ini pertama kalinya diikuti XS Project. Selama mengikuti bazaar, beragam respon terkait produk yang dijual diterima XS Project. Orang asing tidak masalah dengan harga yang ditawarkan sebab mereka menghargai produk yang dibuat dari sampah. “Berbeda dengan orang Indonesia, mereka bilang bagus dan suka dengan produk kami tapi menurut mereka harganya agak mahal. Kalau diskon mereka baru beli,” kata Trisnur.
Harga yang ditawarkan bergantung produk, seperti tas Rp 85 ribu atau basket Rp 175 ribu. Luggage tag adalah produk yang paling banyak dibeli. Selain menjual secara offline, produk juga dijual secara online di http://xsproject-id.org dan Facebook XS Jakarta. Trisnur berharap keikutsertaan XS Project dalam pameran Mozaik Indonesia berpengaruh pada semakin banyak orang Indonesia yang peduli akan produk yang terbuat dari sampah. Terlebih sejak 21 Februari pemerintah menetapkan plastik berbayar. Tak hanya itu, Trisnur ingin produk dari XS Project lebih dikenal masyarakat. Targetnya, pameran Mozaik Indonesia mendatangkan hasil yang bagus untuk penjualan produk XS Project. “Setidaknya kartu nama kami tersebar, sehingga kalau ada yang mencari produk daur ulang bisa ke kami,” tutur Trisnur.
Trisnur menyampaikan, komentar para pembeli adalah dibandingkan produk sejenis, produk XS Project ini dijahit lebih rapi dan desainnya bagus. Agar semakin banyak orang membeli, tim XS Project dituntut membuat desain terbaru dan inovasi produk. Trisnur mengisahkan, ada customer yang selalu membeli produk XS Project sampai pada tahap mengoleksi. Hingga ia bertanya, apakah ada desain terbaru yang bisa dibeli. Kepada calon pembeli, Trisnur selalu mengatakan produk XS Project tidak hanya dipakai untuk diri sendiri, bagus juga dijadikan kado. “Seperti laundry basket ini yang dibuat dari kertas koran oleh komunitas di Kalimantan, Kami bantu jualkan karena mereka tidak tahu mau jual ke mana,” kata Trisnur.
XS Project sebenarnya menjual produk ke semua segmen. Namun kenyataan menunjukkan pembeli didominasi oleh kaum ibu. Bedanya untuk orang asing, semua kalangan dari anak sampai orang dewasa membeli produk XS Project. Pasalnya kesadaran mereka lebih baik dibandingkan orang Indonesia sendiri. Trisnur mencontohkan, XS Project pernah mengerjakan tas laptop yang dipesan oleh JIS. Besarnya tantangan yang dihadapi tak menyurutkan langkah XS Project untuk terus berproduksi. Latar belakang sampah dinilai Trisnur menjadi penghalang orang Indonesia membeli produk daur ulang. Berbeda dengan produk luar negeri, semahal apapun akan dibeli oleh mereka. “Kalau dipersentasekan, pembeli kami 80 persen orang asing dan 20 persen orang Indonesia. Orang Indonesia lebih banyak membeli tas dari billboard karena unsur sampahnya tidak terlihat,” ujar Trisnur.
Inovasi Bambu
Berawal dari riset di kampus sejak 2011, pada 2014 Harry Mawardi membentuk brand Amygdala Bamboo. Kini pangsa pasar tidak hanya di dalam negeri, juga merambah ke ke Australia, Korea, China, hingga Jepang walaupun masih dalam skala kecil. Harry selaku owner dan designer Amygdala Bamboo menyampaikan, pameran lokal yang pernah diikuti diantaranya Inacraft, Crafina, dan Bravacasa. Amygdala Bamboo juga berpartisipasi dalam pameran internasional, seperti World Bamboo Fair di Korea dan Bangkok Desain Festival. “Di luar negeri responnya cukup bagus tapi mereka melihat bambu ini material yang rapuh atau murahan jadi masih banyak yang bertanya. Ada juga yang beli,” kata Harry.
Dibandingkan di dalam negeri, respon terhadap produk Amygdala Bamboo mulai meningkat. Terutama dalam penjualan secara online pada dua tahun terakhir ini. Harry mengakui apresiasi orang baik di dalam maupun luar negeri sama saja. Pembedanya adalah daya beli orang luar negeri lebih besar. Menurut Harry, banyak stand yang menarik di pameran Mozaik Indonesia. Selain itu acara dikemas dengan baik. “Kami berharap bisa terkoneksi dengan beberapa buyer baru yang mampu menguatkan pasar kami,” tutur Harry.
Selama mengikuti pameran-pameran sebelumnya, Harry menceritakan ada beberapa coffee shop di di Makassar, Yogyakarta, dan Bali yang memesan produk Amygdala Bamboo. Pameran di luar negeri juga membuahkan hasil dengan pesanan secara satuan. Pasalnya kapasitas produksi Amygdala Bamboo masih minim. Saat ini Amygdala Bamboo didukung delapan perajin. Jika ada pesanan dalam jumlah besar, Harry memberdayakan satu desa dengan 150 orang. Sementara penanaman bambu dilakukan oleh petani di Selaawi, Garut.
Selama dua tahun perjalanan usahanya, Harry menjelaskan tantangan ada pada bambu yang merupakan material alam. Selalu ada kasus baru. Misalnya, ketika ada project dari 100 produk yang dihasilkan dengan bahan, finishing, dan pengawetan yang sama ternyata ada beberapa produk yang terkena rayap. Harry khawatir jika produk yang cacat itu terselip dalam pengiriman dalam jumlah besar khususnya ke luar negeri. “Alhamdulillah perajin kami pintar-pintar,” tutur Harry.
Dalam menghadapi kondisi itu dibutuhkan inovasi, yakni memiliki kebun bambu sendiri. Dengan demikian dapat dilakukan kontrol terhadap pertumbuhan, penebangan, dan penyimpanan bambu. Tentu akan menghasilkan bambu berkualitas yang benar-benar paripurna dan siap dirakit menjadi sebuah produk. Harry memaparkan, keunikan yang membuat Amygdala Bamboo berbeda dengan produk lainnya adalah teknik coiling. Teknik itu sudah lama digunakan oleh Vietnam. Namun mereka fokus di pembuatan mangkuk, piring dan wadah. “Kami coba elevate teknik tersebut ke lampu, jam dinding, dan furniture. Kami mencari segmentasi tambahan dari sana karena warga desa itu sendiri adalah pembuat sangkar burung dari bambu,” jelas Harry.
Ketika ditanya kemungkinan produk Amygdala Bamboo ditiru, Harry menjawab pihaknya cukup percaya diri sebab produknya tidak bisa dibuat dengan mesin. Aplikasi produk Amygdala Bamboo, antara lain living, furniture, home decor, sampai tableware. Namun melihat pasar online, Harry menilai produk fashion masih menguasai pasar. Amygdala Bamboo menangkap peluang itu dengan merambah ke aksesori fashion seperti kalung dan kacamata.
Tahun 2015 Amygdala Bamboo meraih pemenang I Best of The Best pada Wirausaha Muda Mandiri 2015. Penghargaan tersebut dalam pandangan Harry adalah tanggung jawab yang harus dibuktikan dengan keberlanjutan usaha. Harry ingin menginspirasi anak-anak muda untuk menggeluti bisnis bambu. Sebab produk bambu masih terbatas di beberapa brand di Indonesia. “Kalau kami punya kebun bambu sendiri keuntungannya berlipat. Satu batang bambu itu Rp 15 ribu-Rp 20 ribu tapi bisa membuat kalung yang kami jual Rp 700 ribu. Sementara satu bambu bisa menghasilkan 5-10 kalung. Jadi peningkatannya sangat tinggi,” jelas Harry.
Kisaran harga produk Amygdala Bamboo Rp 80 ribu-Rp 4 juta. Penjualannya paling tinggi adalah cangkir dan kacamata. Harry mengisahkan, banyak pemesanan ketika foto rangka kacamata ditampilkan di Instagram. Agak kerepotan karena ada part yang harus dibeli dari luar negeri. Saat ini prosesnya masih berjalan.
Harry mengakui dibutuhkan kesabaran menghasilkan produk dari bambu dengan tingkat kesulitannya. Prosesnya panjang, harus menunggu bambu setengah kering, setengah basah, kering, sampai direndam. Terkadang orang tidak sabar menjalani proses itu. “Untuk membuat satu produk bergantung pembahanannya. Kalau cepat, sehari beres. Kalau bahannya belum siap, harus tunggu sampai dua minggu. Ke depan kita mulai stock barang sehingga pelanggan tidak perlu menunggu,” ujar Harry.
Kardus Fungsional
Dus Duk Duk dimulai tahun 2013 oleh Angger D. Wiranata dan dua temannya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Awalnya mereka memproduksi furniture dari kardus lalu merambah ke elemen interior, mainan, dan merchandise. Pemasaran yang dilakukan secara online berbuah penjualan ke beberapa kota, seperti Bali, Mataram, dan Makassar. Sementara pemasaran ke luar negeri masih direncanakan. Segmentasi pasar produk Dus Duk Duk adalah semua kalangan. “Penerimaan, respon pasar itu sebenarnya gampang-gampang susah karena masih banyak yang belum familiar dengan bahan kardus,” kata Angger.
Meyakinkan masyarakat bahwa kardus bisa menjadi bahan alternatif untuk kursi atau pajangan terbilang sulit. Namun hal itu tidak menjadi halangan bagi Dus Duk Duk melainkan pengalaman yang menyenangkan. Pasalnya mereka harus mampu mengedukasi masyarakat bahwa ada bahan lain yang bisa dijadikan produk seperti lemari atau meja. Bahkan ada kursi dari kardus yang mampu menampung beban hingga seberat 180 kg. Sebelum meluncurkan produk, tim Dus Duk Duk melakukan riset hingga ditemukan struktur yang tepat.
Angger mengakui belum ada usaha sejenis. Oleh karena itu potensi pasar yang bisa digarap masih besar. Namun tantangannya adalah meyakinkan masyarakat. Kemungkinan ditiru cukup besar karena kardus sebenarnya mudah diolah. Namun kembali kepada cinta dan ketekunan. Banyak orang tidak bertahan karena kurang sabar. Saat ini Dus Duk Duk didukung empat pekerja dengan bantuan mesin. Sebelum serius menggeluti bisnis ini, Angger dan teman-teman memakai kardus bekas. Kini mereka melakukan request pemesanan kardus agar kualitas terjaga.
Mozaik Indonesia adalah pameran pertama di Jakarta yang diikuti Dus Duk Duk. Targetnya membuka pasar baru di Jakarta. Pameran sebelumnya lebih banyak di Surabaya. Penjualan di Surabaya didominasi merchandise atau mainan. Sementara apresiasi untuk pameran cukup besar karena Dus Duk Duk tergolong aneh. Hal itu berpengaruh pada fasilitas stand yang diberikan secara free. Angger berharap, pameran Mozaik Indonesia ini menjadi wadah memperkenalkan produk. Tak hanya itu, mengedukasi masyarakat bahwa kardus selain sebagai packaging dapat diolah menjadi berbagai produk. “Masyarakat perlu diberikan pengertian karena material yang kami gunakan adalah kardus yang selama ini dianggap bekas dan murah,” ujar Angger.
Berbagai penghargaan diraih Dus Duk Duk, antara lain Best Product Audit 2014 dan Young Marketers Of The Year 2014. Tidak hanya penjualan produk, tim Dus Duk Duk juga menjalin kerjasama dengan artist kardus dari Belanda. Pada tahun ini mereka berkolaborasi dalam sebuah workshop. Dalam pandangan Angger, di luar negeri pertumbuhan produk dari kardus jauh lebih pesat. Hal itu disebabkan para artist sudah lama memulai dan bahan kardus yang diolah berbeda. “Level kardus di Indonesia hanya sampai C, sementara di Eropa sudah sampai F yang lebih keras dari C,” tutur Angger yang di sela-sela wawancara melayani pertanyaan pengunjung yang menunjukkan raut kekaguman dan keheranan akan produk Dus Duk Duk.
Keunggulan lain yang ditawarkan tim Dus Duk Duk adalah menambah varian, seperti mainan yang saat ini mulai diproduksi secara massal. Sebelumnya Dus Duk Duk memproduksi barang berdasarkan pesanan pembeli. Harga mainan mulai Rp 100 ribu dan furniture mulai Rp 300 ribu. Ketahanan produk adalah dua tahun. Angger bermimpi mengadakan festival kardus dan workshop tentang kardus di sekolah-sekolah.
Produk Indonesia Mendunia
Dilatarbelakangi produk rotan sintetis yang membanjiri pasar dan menyebabkan penurunan penjualan, Sentana Art Wood mencari alternatif. Perusahaan yang didirikan pada 2012 itu tidak ingin memasarkan produk yang sama dengan perusahaan mebel lain. Mereka mencari yang lain daripada yang lain. Akhirnya dari eksperimen yang dilakukan terciptalah meja resin. Meja itu berhiaskan akar pohon yang tidak dipakai ditambah resin. “Kami memanfaatkan limbah. Tidak harus pakai kayu utuh, bisa dengan kayu separuh kemudian kita susun pakai resin,” kata Ina Musthofa yang ditemui di pameran Furniture Indonesia.
Ina dari bagian marketing Sentana Art Wood menyampaikan, resin adalah cairan kental yang mengeras menjadi padatan transparan. Resin yang dicampur dan dipanaskan menjadi kering seperti agar-agar. Selain akar pohon, material lain yang dipadukan dengan resin adalah pecahan kaca berwarna kuning, merah, dan hijau yang juga merupakan limbah. Sejak awal pendiriannya, Sentana Art Word mengekspor produk ke sejumlah negara, diantaranya China, Belgia, Turki, Belanda, hingga Yunani.
Pembeli diperoleh melalui berbagai pameran, seperti di Jerman, Shanghai, dan Jakarta. Kisah sukses dari pameran di luar negeri adalah pesanan dari perusahaan Zuo Mod di Amerika Serikat. Tak hanya itu, pesanan lima kontainer dari pameran di Jerman tahun 2016. Di Jakarta sendiri pameran yang pernah diikuti adalah IFFINA dan Indonesia International Furniture Expo (IFEX). “Stand pameran biasanya kami dibantu pemerintah. Namun untuk transportasi ke luar negeri dari kantong sendiri. Itu membantu sekali. Namun di pameran Furniture Indonesia ini kami biaya mandiri,” ujar Ina.
Beragam produk dihasilkan Sentana Art Wood, sebagai berikut resin dining table, set table, stool (kursi berbentuk bulat tanpa sandaran) baik resin maupun aluminium, sofa resin, armchair resin, teak block coffee table, sampai natural decoration. Ina memaparkan, permintaan dari luar negeri didominasi project, misalnya meja dan stool untuk kafe. Selain itu permintaan paling banyak adalah meja resin yang dinilai unik oleh pembeli. “Pecahan kaca itu mereka anggap diamond,” tutur Ina.
Ina menilai setelah berkeliling di pameran Furniture Indonesia, produk resin dari Sentana Art Wood dipandang satu-satunya di Indonesia, belum ada kompetitor hingga saat ini. Untuk itu perusahaan yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah itu tidak menggunakan sistem pemasaran secara online. Mereka khawatir ditiru. Sentana Art Wood memilih memasarkan produk dari pameran ke pameran. “Karena produknya lain dan belum banyak orang tahu, kami harus sering ikut pameran untuk memperkenalkan,” kata Ina.
Didukung pabrik dengan 40-an karyawan, pada tahun ini Sentana Art Wood berniat membuka pasar lokal. Pertimbangannya banyak permintaan dari teman-teman yang berminat dan ingin membeli. Selain itu pangsa pasarnya sangat besar, misalnya untuk project hotel. Di Indonesia sendiri belum ada yang menjual produk seperti yang ditawarkan Sentana Art Wood, sayang sekali jika peluang itu tidak dimanfaatkan. “Kita juga menjaga kalau pasar di luar negeri goncang,” tutur Ina yang bergabung di Sentana Art Wood pada 2016.
Tujuan mengikuti pameran Furniture Indonesia adalah memperkenalkan sekaligus launching produk untuk pasar lokal. Ina berharap bisa mendapatkan project di hotel, apartemen, atau restoran di Jakarta dan Bali. Menurut Ina, pesanan untuk project lebih menguntungkan dibandingkan retail karena jumlahnya banyak. “Karena kami buka pasar lokal jadi harus melayani retail juga,” kata Ina yang ditugaskan fokus menggarap pasar lokal.
Sentana Art Wood merencanakan membuka showroom di Jakarta dan Bali. Namun Ina belum memastikan waktunya. Pemain yang belum banyak bagi Sentana Art Wood merupakan tantangan sekaligus peluang pasar. Terlebih pasar jenuh dengan produk furniture yang sudah ada saat ini. Di Indonesia sudah ada beberapa perusahaan dari Jepara dan Bali yang membuat produk sejenis tapi dengan harga yang jauh lebih tinggi. Sementara Sentana Art Wood menawarkan harga yang terjangkau. “Kisaran harga di pasar lokal untuk meja resin Rp 9 juta dan kursi Rp 1 jutaan,” kata Ina.
Kontak:
- Agus Iswahyudi
Mobile: +6281290055559
Email: tuanagusiswahyudi@gmail.com
Facebook page: Agus Iswahyudi
- XS Project
Trisnur Ade
Mobile: +6282233082163
Email: trisnur.henade@xsproject-id.org
www.xsproject-id.org
Facebook: XS Project Indonesia
Twitter: @xsprojectid
Alamat: Jl. Kaimun Jaya No. 28, Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430
- Amygdala Bamboo
Harry Mawardi
Mobile: +6287821824369
Email: bhek2design@gmail.com, info@amygdalabamboo.com
Facebook: Amygdala Bamboo
Instagram: @amygdala_bamboo
- Dus Duk Duk
Angger D. Wiranata
Mobile: +6285648835357
Email: dusdukduk.cardboard@gmail.com
Facebook: dus duk duk
Twitter: @dusdukduk
Instagram: @dusdukduk
Alamat: Jl. Semolowaru Indah II S-14, Surabaya 60119
- Sentana Art Wood
Wahid Musthofa
Mobile: +6281231310123, +6281231323231
Email: marketing@sentanaartwood.com
Alamat: Dk. Gesingan RT 01 / RW 09
Ds. Luwang, Kec. Gatak, Kab. Sukoharjo, Jawa Tengah
Aprillia Ekasari
8 April 2016Wah produk karya org Indonesia keren-keren ya? 😀
Ona
26 Agustus 2016Iya mbak Aprillia, luar biasa ya produk Indonesia