Sign up with your email address to be the first to know about new products, VIP offers, blog features & more.

Gelombang Gerakan Positif yang Menumbuhkan Optimisme

Masa depanmu sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang.

Pekerjaannya di sebuah rumah produksi empat tahun silam mengantarkan Jemi Ngadiono ke pedalaman Indonesia. Di Mentawai ia bertemu orang Sikerei. Sebuah foto dengan caption, ‘guru melahirkan presiden, presiden harus merawat guru. Maukah kamu mengajar di sini?’ ditampilkan di akun Twitter 1000 guru yang didirikannya. Hingga saat ini followernya mencapai 57,9 ribu. Di NTT Jemi bertemu dengan anak yang tidak pernah melihat komputer. “Ada seorang anak di sana yang saya gendong. Ia ketakutan karena  tidak pernah bertemu orang lain,” kata Jemi dalam sesi talkshow  di Universitas Negeri Jakarta pada 27 Oktober lalu.

Sebuah foto dengan caption ‘saat kamu pamer baju baru ke teman-temanmu, di NTT ada anak-anak yang tidak punya baju sama sekali’ diposting Jemi  di akun Twitter 1000 guru. Peristiwa tersebut memunculkan beragam reaksi,  perolehan  like yang tinggi sampai banyak yang  hatinya tergugah dan tak sedikit yang tersinggung. Jemi ingin menunjukkan fakta. Ketika anak muda di Jakarta berkali-kali mencoba baju untuk tampil memukau di malam minggu, ada anak di NTT yang tidak punya baju. Sementara itu di Papua Jemi bertemu dengan siswa SD yang  tinggi besar. Ia harus menempuh perjalanan selama satu hari satu malam. Pasalnya tidak ada guru yang mengajar di sekolah  dekat rumahnya.

foto2

Masa lalu menjadi landasan menapaki masa depan yang lebih baik

Jemi mengenang ayahnya berasal dari keluarga miskin bertransmigrasi dari Purwodadi, Jawa Tengah ke Lampung. Sayangnya kehidupan tidak membaik. Orangtua Jemi terpaksa menitipkannya di panti asuhan. Setelah tiga tahun, ia ditugasi menjaga peternakan yayasan. Setiap hari Jemi harus mencari rumput dan memberi makan ayam. Lulus dari SMK perhotelan, ia bekerja di pabrik. Pada usia 28 tahun Jemi menempuh pendidikan Diploma Broadcasting di Bina Sarana Informatika sambil bekerja. “Saya tidak pernah putus semangat untuk belajar. Apapun yang terjadi, Yang Di Atas akan kasih jalan,” kata Jemi yang lahir di Lampung, 11 Mei 1984.

Jemi berpikir cara membantu anak-anak yang ditemuinya di daerah sementara ia tidak punya uang yang banyak. Hingga gerakan 1000 guru terbentuk. Dinamakan 1000 guru yang berarti semua orang bisa menjadi guru. Saat ini 1000 guru menyebar di seluruh Indonesia, dari Aceh, Medan sampai Papua. Program pertama 1000 guru adalah traveling and teaching, jalan-jalan sambil mengajar. Program tersebut dilatari fenomena anak muda sekarang suka jalan. “Pertama kali hanya tiga orang yang ikut program traveling and teaching. Orang berpikir memang bisa jalan-jalan sambil mengajar, lebih baik jalan-jalan cantik. Ternyata jadi trend dan banyak yang mengikuti,” ujar Jemi yang sehari-hari bekerja sebagai Public Relation di Trans TV.

Dalam program traveling and teaching, sebelum naik gunung peserta mengumpulkan uang untuk dibelikan buku. Di kampung mereka mengumpulkan anak-anak kemudian  berbagi. Saat ini setiap bulannya ada 1.200 anak muda yang bergabung dalam program traveling and teaching. Walaupun program tersebut berbayar,  nilai yang didapatkan sungguh bermakna. Peserta tidur beramai-ramai di sekolah, antri menunggu giliran mandi. Dengan demikian sesampainya di rumah mereka senantiasa bersyukur, tidak mudah mengeluh. “Ada haters di social media menanyakan alasan durasi program ini hanya dua hari. Kami menjawab, lebih baik melakukan hal kecil daripada  tidak melakukan apapun,” ujar Jemi, peraih Bubu Award tahun 2015.

foto4

Smart Center di Poso (sumber Instagram: @travelingandteaching)

Program lain 1000 guru adalah Smart Center, yakni pemberian makanan bergizi gratis untuk anak-anak di pedalaman. Pemberian makanan itu dilakukan sebelum pulang sekolah. Pasalnya banyak anak yang jarang sarapan. Akibatnya mereka mudah mengantuk dan tidak  fokus. Saat ini 1000 guru sudah memberikan makanan bergizi setiap hari selama setahun untuk 1.200 anak. Dalam satu bulan dana yang harus dikeluarkan sebesar Rp 30 juta untuk 15 sekolah. Program 1000 guru lainnya adalah pengobatan gratis untuk anak-anak dan orangtua di pedalaman. Dengan demikian mereka tidak perlu menempuh perjalanan jauh ke puskesmas atau rumah sakit. Sepanjang 2014 dan 2015, 1000 guru telah membagikan tas sekolah dan alat tulis serta mengadakan penyuluhan kesehatan untuk 12.500 anak di seluruh Indonesia.

Bermanfaat

Pada awal pembentukan 1000 guru Jemi tidak sendiri. Ada ketua regional di masing-masing daerah yang tidak digaji sepeserpun. Ketika diselenggarakan musyawarah nasional, mereka datang dengan membeli tiket dari kantong sendiri. Mereka adalah orang-orang yang punya hati untuk pendidikan di Indonesia. Jemi berharap 1000 guru akan semakin besar. Maka perlu dilakukan regenerasi. “Untuk membangun komunitas dengan orang-orang yang loyal, kita harus menjadi contoh, seperti saya yang tidak mengambil sedikitpun dari 1000 guru dalam hal keuangan,” ujar Jemi, peraih Anugerah Telkomsel tahun 2016.

Jemi mencontohkan dirinya yang lahir dari keluarga miskin. Namun ia   bisa memberikan sedikit untuk Indonesia di bidang pendidikan. Jemi berpesan, buatlah gerakan  yang bermanfaat untuk negara dan bangsa ini. Gunakan media sosial dengan baik dan benar untuk membangun bangsa. Jadilah anak muda yang bisa membantu sesama. Jemi menilai dua hal yang harus diperhatikan di negeri ini adalah kesehatan dan pendidikan. Mengapa pendidikan itu penting? Jemi mengisahkan, guru PNS di Tobelo hanya mengajar sampai pukul 10. Selanjutnya guru honorer yang mengajar.

foto5

1000 guru Manado (sumber Instagram: @travelingandteaching)

Banyak orang menanyakan alasan Jemi masih bekerja sebagai Public Relation di Trans TV. Mengapa tidak mengurus  1000 guru yang sudah besar. Jemi beralasan dirinya tidak mau hidup dari donasi atau  hidup dari kesusahan orang lain. Jemi melarang pencantuman nomor rekening di social media  1000 guru. Jika ada ketua regional yang melanggar hal tersebut akan dicopot.  Bagi Jemi,  hakikatnya tujuan berkomunitas adalah mencari keluarga dan teman. Niatnya tulus, bukan mencari uang. Jemi menyampaikan, dirinya bukan anak menteri atau artis. Orang tahu 1000 guru bukan karena ketokohan Jemi. “Ada gerakan berdasarkan ketokohan yang diikuti semua orang. Kekurangannya ketika sang tokoh sudah  tidak  aktif, gerakannya melemah,” kata Jemi, peraih People of The Year Koran Sindo tahun 2015.

Tercatat KFC, Gaikindo, Dagelan, Hansaplast, hingga Warung Steak menjadi donatur 1000 guru. Donatur tersebut datang berkat kepercayaan yang dijunjung 1000 guru. Kuncinya, 1000 guru tidak tidak pernah meminta-minta apalagi mengirimkan proposal. Menurut Jemi, transparansi itu penting. Maka 1000 guru rutin mengirimkan  buletin kepada donatur. “1000 guru  lebih menerima tas sekolah atau alat-alat sekolah, bukan uang. Sesuai tagline kami, beri kami 1000 guru, jangan berikan 1000 bangunan tanpa guru,” ujar Jemi yang sedang membentuk  komunitas Dokter Pedalaman.

Energi Positif

Anak muda berikutnya yang tak kalah membanggakan adalah Alia Noor Anoviar, pendiri Dreamdelion. Komunitas yang fokus pada pemberdayaan masyarakat tersebut didirikan pada 2012. Dreamdelion berasal dari  dua suku kata, dream dan delion. Dream itu mimpi, delion diambil dari bunga dandelion yang terbang saat ditiup. Filosofi Dreamdelion adalah menyebarkan mimpi.

Alia membentuk Dreamdelion   setelah mendapatkan kesempatan pertukaran mahasiswa ke Thailand selama empat bulan. Di sana Alia mempelajari  social business  yang digerakkan kaum muda ternyata bisa membantu masyarakat. Sekembalinya ke Indonesia Alia bercita-cita social business tersebut  diterapkan di Indonesia. Awalnya Dreamdelion tidak langsung mengarah ke  perekonomian masyarakat, melainkan pengembangan  komunitas. Bermula dengan  sanggar yang dibina Alia bersama teman-temannya. Terasa kebermanfaatan sanggar untuk anak-anak. Mereka lebih semangat belajar dan singgah di perpustakaan.

Setelah itu Dreamdelion mengadakan  kegiatan dengan merujuk kepada  fenomena di wilayah itu, misalnya gizi buruk. Semuanya dilakukan secara bertahap. Tentunya itu semua tidak lepas dari evaluasi. Dari sanggar Alia mencoba  mengembangkannya menjadi sebuah entitas bisnis untuk mendukung kegiatan sosialnya hingga dinamakan Dreamdelion. Alia  melibatkan masyarakat sebagai pembuat produk, tidak hanya mengambil dari pihak ketiga. Alia berharap generasi muda menelurkan karya yang tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri, juga  masyarakat. Gunakan social media  untuk  mengembangkan karya tersebut.

Pada sesi talkshow tersebut hadir Marketing and Branding Manager Yayasan Dreamdelion Indonesia Evaulia Nindya Kirana. Eva menggantikan Alia yang tak bisa meninggalkan pekerjaannya. Dreamdelion beroperasi di Jakarta dan Yogyakarta serta tengah mengembangkan Ngawi. Di Yogyakarta, Dreamdelion menyasar Moyudan. Di sana mereka mengembangkan perajin tenun stagen. “Seiring dengan hadirnya korset modern, stagen tidak digunakan lagi,” tutur Eva yang lahir di Kediri, 3 Oktober 1994.

Ada tiga program Dreamdelion, yakni kreatif, sehat, dan cerdas.  Dreamdelion Sehat  memberikan penyuluhan seperti pola hidup sehat dan pengembangan  tanaman organik. Dreamdelion mengajak siapapun  berkontribusi, misalnya menjadi trainer atau volunteer. Trainer bertugas  mengajarkan masyarakat menanam tanaman vertikultur atau tanaman pewarna alam hingga pembibitan lele.

foto3

Energi positif yang dikelola menjadi gerakan positif

Dreamdelion Cerdas memberikan pengajaran di sanggar belajar dua minggu sekali. Dreamdelion sering berkolaborasi dengan komunitas lain untuk melakukan kegiatan pembelajaran di sana. Fokusnya adalah  pendidikan karakter misalnya berperilaku jujur hingga mengasah kreativitas. Sementara itu Dreamdelion Kreatif  mengajarkan kaum  ibu mengenai capacity building untuk mengembangkan sebuah produk. Bagaimana mengembangkan masyarakat dengan pendekatan bisnis. Di  Manggarai pengembangan bisnis dilakukan dengan  membuat produk-produk recycle. “Transform social problem to social business opportunity,” tutur Eva yang menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.

Eva mengisahkan, perajin stagen di  Moyudan menenun untuk mendapatkan penghasilan di samping pekerjaan utama mereka sebagai petani. Penghasilannya  Rp 18 ribu per 10 meter padahal mereka menenun dengan alat tenun bukan mesin. Bagaimana stagen dikembangkan  menjadi produk? Dreamdelion lalu bekerja sama dengan salah satu social business di Yogyakarta untuk mengembangkan stagen menjadi bermotif. Produk turunannya antara lain, tas, kaos, hingga sepatu. Dreamdelion fokus pada pendampingan masyarakat, bukan berbisnis. Tujuannya membuat masyarakat lebih mandiri.

Saat ini masyarakat tengah mengembangkan koperasi dan  desa wisata. Beberapa waktu lalu Eva diamanahkan oleh Dreamdelion untuk menjadi project officer Pasar Tenun Rakyat. Kegiatan yang diadakan dalam acara itu adalah tur desa, workshop tenun, workshop pewarnaan alam, latihan tari tradisional, sampai konservasi lahan. Dreamdelion tidak hanya menyasar isu sosial dan budaya, juga alam.

Eva mengenang Dreamdelion pernah ditolak  masyarakat  karena dianggap masih mahasiswa. Namun mereka gigih ingin  membantu masyarakat. Hingga Dreamdelion memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Dreamdelion mengadakan pelatihan pembuatan produk. Selanjutnya produk diserap dengan kontrol dari Dreamdelion. Proses pendekatan yang biasanya dilakukan Dreamdelion membutuhkan waktu 3-6 bulan.

Eva bersyukur dengan keberadaan volunteer di Dreamdelion yang kini berjumlah  2.000 orang. Ia menilai volunteer menjadikan Dreamdelion  semakin berkembang karena power word of mouthnya besar. Walaupun di awal kegiatan masih sulit mendapatkan volunteer karena  mereka mengira kegiatan ini  tidak jelas. Eva percaya siapapun bisa melakukan sesuatu yang positif. Menularkan energi  positif untuk sesuatu yang positif juga. “Hambatan lainnya adalah funding karena kami tidak bisa menjalankan program tanpa funding,” tutur Eva.

foto8

Sepatu karya Dreamdelion Yogyakarta (sumber Instagram: @dreamdelion)

Eva memberi saran agar kita mudah diterima masyarakat. Pertama, jangan memaksakan sesuatu ke mereka. pendekatannya ekstra sabar. Kedua,  bawa diri sedekat mungkin dengan masyarakat. Ketika kita sudah mulai dekat dengan masyarakat, persoalan akan terlihat. Ketiga, persoalan sebaiknya diselesaikan dengan berinteraksi ketimbang program. Keempat, mendekatkan diri secara personal dengan  orang yang paling berpengaruh di wilayah itu,  misalnya kepala desa atau kepala dusun.

Terkait Sumpah Pemuda, Eva yang baru saja kembali dari Flores setelah melakukan kegiatan community service selama 1,5 bulan menyampaikan, interaksi dengan masyarakat menyadarkannya  bahwa sebenarnya pembangunan di Indonesia belum merata. Kadang kita masih ragu apa yang bisa dilakukan, apakah yang dilakukan ini merupakan hal yang besar. Bagi Eva, perubahan juga bisa terjadi meskipun  hanya dalam lingkup kecil. Kita masih punya energi yang banyak. Gunakan energi itu untuk melakukan sesuatu yang positif.

 

2 Komentar
  • Khoirur Rohmah
    9 November 2016

    AKu udah instal aplikasi Kurio nyah. Ketagihan baca beritanyah hhee

    • Ona
      27 November 2016

      Sudah merangkum semuanya ya, jadi tak perlu lagi kesulitan mendapatkan info.
      Tks telah berkunjung ke blog sy