Dua per tiga orang dengan diabates di Indonesia tidak mengetahui dirinya memiliki diabetes. Mereka berpotensi mengakses layanan kesehatan dalam kondisi terlambat, yaitu mengalami komplikasi.
Demikian fakta yang mengemuka dalam Jumpa Blogger Sun Life: Cegah, Obati, dan Lawan Diabetes pada 1 Oktober 2016. Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM menjelaskan diabetes atau yang dikenal sebagai penyakit kencing manis disebabkan kadar gula yang tinggi di dalam darah. Kadar gula tersebut tidak bisa diubah menjadi glikogen sehingga dikeluarkan lewat urine. Maka sering kita jumpai penyandang diabetes terlihat lemas. “Diabetes termasuk jenis penyakit tidak menular, salah satu penyakit yang mendapat perhatian dunia. Di Indonesia diabetes merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga setelah stroke dan jantung koroner,” ujar dr. Lily.
Trendnya dari waktu ke waktu diabetes terus mengalami kenaikan. Secara global data International Diabetes Federation pada 2015 menunjukkan terdapat 415 juta orang dewasa dengan diabetes. Jumlah tersebut mengalami kenaikan empat kali lipat dari 108 juta pada 1980. Diperkirakan pada 2040 penyandang diabetes berjumlah 642 juta. Kita tidak bisa berpangku tangan. Diabetes disebabkan gaya hidup dan pola makan yang keliru, yakni kurang memperhatikan sayur dan buah. Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 5,7% pada 2007 menjadi 6,9% pada 2013.
Oleh karena itu Kementerian Kesehatan tidak bisa bekerja sendiri. Dr. Lily sangat mengapresiasi upaya Sun Life dalam membantu pemerintah untuk menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan penyakit tidak menular khususnya diabetes. Tanggal 14 November mendatang diperingati sebagai hari diabetes sedunia. Dr. Lily menilai blogger yang diundang oleh Sun Life berperan menyampaikan informasi yang benar mengenai diabetes. Hari kesehatan sedunia tahun ini mengambil tema ‘Cegah, Obati, dan Lawan Diabetes’. “Hal yang paling baik adalah mencegah. Kita sepakat sedia payung sebelum hujan,” tutur dr. Lily.
Terdapat dua tipe diabetes, yakni tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 diderita sejak anak-anak. Bukan diturunkan, tapi hormon insulinnya tidak mampu mengubah glukosa menjadi glikogen di dalam darah. Akibatnya penyandang diabetes tipe 1 sangat bergantung pada terapi insulin seumur hidup untuk kelangsungan hidupnya. Sementara itu 90% penderita diabetes di seluruh dunia tergolong tipe 2. Dr. Lily menekankan, 80% diabetes sebenarnya bisa dicegah. Langkah ini tidak main-main. Tahun 2012 gula darah tinggi bertanggung jawab atas 3,7 juta kematian di dunia. Dari angka itu 1,5 juta kematian disebabkan langsung oleh diabetes.
Dari sisi ekonomi, begitu didiagnosa memiliki penyakit tidak menular misalnya diabetes, uang kita akan terus-menerus keluar untuk membeli obat. Sebanyak apapun pendapatan negara, jika penyakit ini tidak dikendalikan, berbahaya sekali. Diabetes sudah menjadi isu global. Target mengurangi kematian dini akibat penyakit tidak menular termasuk diabetes sebanyak sepertiganya. Rencana aksi yang dikeluarkan WHO untuk pencegahan penyakit tidak menular ini utamanya adalah menghentikan pertumbuhan jumlah diabetes dan obesitas. Diabetes termasuk penyakit katastropik, membutuhkan obat-obatan hingga alat kesehatan. Dana untuk rawat jalan mencapai 30% dan rawat inap mencapai 33,5%. “Kalau kita tidak melakukan intervensi, akan sangat mengkhawatirkan,” kata dr. Lily.
Selain diabetes, penyakit katastropik antara lain jantung, stroke, sampai kanker. Dr. Lily mencontohkan, pada era 1990-an penyakit ISPA terkenal. Bertambahnya tahun semakin bisa teratasi walaupun belum tuntas, seperti AIDS dan malaria. Indonesia termasuk dalam 17 negara di dunia dengan tiga masalah gizi. Kita melihat balita pendek sebanyak 8,92 juta. Kondisi tersebut menghambat kemampuan kognitif dan motorik. Padahal mereka adalah generasi penerus. Apakah nantinya dengan keberadaan balita pendek ini kita akan mendapatkan bonus demografi? “Dulu waktu saya praktik, ibu-ibu yang anaknya gemuk, anaknya tidak makan dua hari saja sudah panik. Saya sering menjelaskan kepada ibu-ibu bahwa anak yang gemuk ketika dewasa memiliki predisposisi penyakit tidak menular,” ujar dr. Lily.
Berikut faktor risiko penyakit diabetes, pertama, kurang aktivitas fisik karena alasan pekerjaan (26,1%); kedua, merokok (36,3%); ketiga, kurang konsumsi sayur dan buah (93,5%); keempat, konsumsi minuman beralkohol (4,6%). Dr. Lily berpandangan, ada dua kategori makanan, yakni enak dan sehat. Kalau kita mau konsumsi makanan sehat, minsdset kita harus diciptakan bahwa air putih itu sedap sekali misalnya. Apalagi diabetes adalah silent killer. Tiba-tiba kita sudah terdiagnosa diabetes.
Bagaimana melawannya? Konsumsi buah dan sayur minimal lima porsi per hari. Buah dan sayur sebaiknya tidak menghiasi piring. Setengah bagian piring harus terisi buah dan sayur, sementara setengahnya diisi karbohidrat dan protein. Namun kenyataan berkata lain, 50% piring diisi karbohidrat dan protein. Sayur yang mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh hanya menjadi penghias. Kita telah mengalami adiksi, yaitu gula yang memanjakan lidah. “Kalau sejak kecil orangtua melatih anak di rumah dengan konsumsi makanan manis, otomatis anak akan mengikuti pola tersebut. Kita harus memutus mata rantai itu,” ujar dr. Lily.
Penyebab badan kita berat adalah jumlah garam, gula, dan lemak yang terlampau banyak. Tubuh kita sebenarnya dalam sehari hanya membutuhkan lima sendok makan lemak, empat sendok makan gula, dan satu sendok teh garam. Dr. Lily menyarankan saat lapar cukup ganjal perut dengan buah. Selain itu maksimal dua macam gorengan dalam sehari. Kemudian harus diikuti dengan olahraga. Setiap hari idealnya 30 menit. Namun menurut dr. Lily olahraga bisa dilakukan di kantor cukup 15-20 menit. “Yang penting berkeringat dan nadi meningkat, itu sudah membuat karbohidrat terbakar,” tutur dr. Lily.
Kementerian Kesehatan tengah mensosialisasikan pola cerdik. Apa itu pola cerdik? Cek kesehatan secara berkala (di Indonesia cek kesehatan masih belum menjadi kebiasaan. Diabetes atau hipertensi adalah penyakit yang tidak diketahui jika tidak dilakukan pemeriksaan), Enyahkan asap rokok, Rajin olahraga, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stress. Dr. Lily mengajak para blogger dengan komunitasnya yang luas serta mampu menjangkau dengan tulisannya. Blogger diharapkan menyebarkan upaya promotif preventif tentang upaya pencegahan diabetes, mengajak komunitas untuk membiasakan hidup sehat dengan pola cerdik, hingga rajin cek kesehatan. “Penyandang diabetes sebenarnya jika mengonsumsi obat secara teratur diikuti dengan pola hidup sehat bisa tetap prima. Dia penyandang diabetes yang terkontrol dengan baik,” ujar dr. Lily.
Meningkatkan Kualitas Hidup
Head of Marketing Sun Life Financial Indonesia Shierly Ge memaparkan, bukan pertama kalinya Sun Life mengadakan acara dengan mengundang blogger. Tujuannya adalah memberikan edukasi dengan berbagai topik. Tidak hanya diabetes, juga topik lainnya seperti literasi keuangan. Sun Life merupakan perusahaan jasa keuangan internasional yang berasal dari Canada. Sun Life yang didirikan pada 1865 menyediakan aneka produk asuransi dan pengelolaan jasa keuangan baik untuk nasabah individu maupun nasabah korporasi. Sun Life telah beroperasi di pasar utama dunia, seperti Amerika, Eropa dan tentunya Asia karena Asia merupakan pilar pertumbuhan dunia.
Per akhir Desember 2015 tenaga pemasaran Sun Life berjumlah 89 ribu di seluruh dunia dengan total aset kelolaan sebesar 865 miliar dollar Kanada (data per 30 Juni 2016). Mengapa Asia menjadi fokus Sun Life? Karena dari sisi jumlah penduduk dunia, Asia yang terbesar. Selain itu potensi pertumbuhan ekonominya sangat besar. Bagaimana dengan Sun Life di Indonesia? Sun Life Financial Indonesia berdiri sejak 1995. Sun Life memiliki program tanggung jawab sosial perusahaan. Tujuannya meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia melalui program Sunbright dengan tiga pilar yang berfokus pada pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan. Di bidang pendidikan Sun Life telah melakukan berbagai program peningkatan dan edukasi literasi keuangan masyarakat Indonesia. Salah satunya melalui kerja sama dengan ILO dengan memberikan pelatihan kepada perempuan pekerja rumahan supaya mampu mengelola uang. Di bidang kesehatan Sun Life mengajarkan siswa SD untuk sarapan. “Di bidang kemanusiaan, Sunlife bekerja sama dengan Palang Merah di Jawa Tengah dan Bali mengadakan program sanitasi dan kebersihan di sekolah. Selain itu kami bekerja sama dengan RSCM membangun klinik diabates melitus,” ujar Shierly.
Mengendalikan
Pada kesempatan yang sama Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Sidartawan Soegondo menjelaskan, diabetes merupakan penyakit progresif yang tidak bisa sembuh. Untuk mengontrol atau mengetahui diabetes terkendali atau tidak dilakukan pemeriksaan HbA1c. Itulah yang menjadi parameternya. Diabetes tidak bisa sembuh tapi bisa dikendalikan. Orang tidak mengetahui bahwa dirinya penyandang diabetes. Tidak ada keluhan dan tidak dilakukan pemeriksaan. Maluku Utara dan Kalimantan Barat merupakan daerah dengan prevalensi diabetes paling tinggi. “Tahun 2015 setiap enam detik satu orang meninggal akibat diabetes. Ada 43% orang yang meninggal karena diabetes berusia di bawah 70 tahun,” kata Prof. Sidarta.
Prof. Sidarta menyampaikan, mengapa orang Papua mengalami diabetes? Lifestyle-nya berubah. Dahulu mereka bekerja di gunung, sekarang di kantor. Dahulu makanannya umbi, sekarang nasi. Dulu orang di kota selalu berjalan kaki, sekarang memilih naik ojek atau angkot. Bahkan lebih banyak jumlah motor dibanding manusia. Aktivitas fisik kita kurang. Itulah hal-hal yang membuat orang yang seharusnya tidak sakit menjadi sakit. “Dulu kita mau makan, ibu harus ke pasar, belanja, masak. Sekarang ibu tidak ke pasar, tapi makanan ada, cukup dengan memesan melalui aplikasi,” ujar Prof. Sidarta, pendiri Persatuan Edukator Diabetes Indonesia.
Porsi makan kita semakin lama semakin besar. Akibatnya pria di atas 19 tahun BMI-nya di atas 25. Fakta itu menunjukkan banyak penyakit yang diidapnya, tidak hanya diabetes. Prof. Sidarta menguraikan, orang disebut sakit gula kalau gula darah puasa di atas 126 atau gula darah sewaktu di atas 200. Untuk itu harus dilakukan cek gula darah di labolatorium, bukan seperti yang sering ditawarkan di mall. Kalau kita adalah keturunan diabetes, sebaiknya melakukan pemeriksaan. Kapan? Saat berat badan naik atau melahirkan bayi dengan berat di atas 4 kg. “Keluhan klasik penyandang diabetes, poliuria (banyak berkemih), polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum), polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus), serta penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya,” ujar Prof. Sidarta.
Mengobati penyakit diabetes itu tidak mudah karena penyebabnya banyak sehingga obatnya banyak. Setiap orang mempunyai indikasi yang berbeda karena penyebabnya tidak hanya satu. Ada orang yang terlambat datang ke dokter, ada yang cepat. Ada yang sudah komplikasi, ada yang belum. Maka obatnya pun berbeda. Karena diabetes tidak bisa disembuhkan, kita hanya bisa menurunkan gula darah agar tidak terjadi komplikasi. Komplikasi terbagi menjadi microvascular (pembuluh darah kecil) dan macrovascular (pembuluh darah besar). Komplikasi macrovascular terjadi pada otak, jantung, dan kaki. Contoh komplikasi macrovascular, kalau jantung tersumbat, jantung berhenti.
Komplikasi microvascular terjadi misalnya pada ginjal yang menyebabkan cuci darah. Penyandang diabetes harus tahu manfaat obat yang dikonsumsinya, akibat jika konsumsi obat berlebih, akibat jika tidak konsumsi obat, hingga tindakan yang dilakukan jika ada efek samping. Menariknya, menurut Prof. Sidarta, penyandang diabates itu banyak tapi dokternya sedikit. Indonesia hanya memiliki 100 dokter spesialis yang mengurus 10 juta penyandang diabetes. Dari 100 dokter itu, Kalimantan hanya punya 1 dokter spesialis, Sulawesi Utara (4,) Makassar (3), Medan (3), Padang (2), Palembang (2), sampai Pekanbaru (1).
Pada 2014 61% golongan menengah yang hidupnya mapan mengalami perubahan lifestyle. Mereka mengendarai mobil dan mengkonsumsi fastfood. Apa yang kita lakukan menghadapi fenomena tersebut? Kalau kita mau mencegah komplikasi maka harus assesment faktor risiko. Bila faktor risikonya semakin banyak, anjurkan pasien tersebut periksa gula darah. Dengan demikian bisa dilakukan deteksi dini dan pengobatan yang lebih cepat. Gejala diabetes itu tidak menakutkan, menakutkan setelah komplikasi. Kalau mau mencegah diabetes, kita harus hidup sehat. Parameternya berat badan. Menjaga berat badan, menjaga makanan, dan melakukan aktivitas fisik. “Kalau belum terkena diabetes, jangan sampai kena. Kalau sudah kena, jangan sampai komplikasi,” kata Prof. Sidarta, ketua bidang pelatihan dan pendidikan Persatuan Diabetes Indonesia.
Pesan Prof. Sidarta tersebut mengingatkan saya pada kisah seorang ibu yang memiliki diabetes. Rumahnya yang cukup dekat mendorong saya mengunjunginya di suatu sore. Ibu enam anak itu menceritakan, kala muda beliau membantu suami dengan menjual baju dari rumah ke rumah secara kredit. Tak jarang ibu itu disuguhi teh hangat atau es teh setiap bertandang ke rumah pembeli yang memiliki relasi baik dengannya. Bertahun-tahun beliau menjalani pekerjaan tersebut. Hingga di masa pensiun ibu itu didiagnosa diabetes. Kakinya terpaksa diamputasi akibat komplikasi. Setelah 1,5 tahun terbaring lemah di ranjang akibat diabetes, beliau tutup usia. Semoga kisah ibu itu tak menambah daftar panjang mereka yang meninggal akibat diabetes.
Komentar Terbaru