Sign up with your email address to be the first to know about new products, VIP offers, blog features & more.

Lombok, Pesona Tanpa Batas

Pantai Kuta dengan upacara Bau Nyale.

Selama ini masyarakat hanya mengenal Lombok sebatas pada Gili Trawangan, Pantai Senggigi, atau Gunung Rinjani. Ternyata masih banyak objek wisata di Lombok yang tak kalah menariknya.

Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 13 ribu pulau menjadi magnet tersendiri bagi siapapun untuk mengunjunginya. Bagaikan buku, Indonesia memiliki ribuan halaman yang siap dijelajahi. Salah satunya adalah Lombok, sebuah pulau di Nusa Tenggara yang dipisahkan oleh Bali di sebelah barat dan Sumbawa di sebelah timur.

The world is a book, and those who do not travel read only a page. Quote yang ditulis Saint Augustine tersebut rasanya tepat menggambarkan euforia yang saya alami. Pada 2014 dan 2016 silam saya berkempatan mengeksplorasi Lombok. Bagi saya, travelling adalah kesempatan untuk mempelajari banyak hal, seperti kehidupan  masyarakat setempat. Selain itu saya semakin mengenal diri sendiri dan menikmati hospitality di kota tersebut, salah satunya di OYO Hotels Indonesia.

Mencicipi Nasi Balap Puyung.

Di hari pertama ini kami akan menuju Gili Nanggu. Namun sebelumnya kami memuaskan rasa lapar dan dahaga dengan mencicipi Nasi Balap Puyung. Kuliner khas Lombok ini terdiri dari nasi, tumis buncis, suwir ayam pedas, suwir ayam kering, dan ayam goreng. Rasa gurih dan pedas bercampur menjadi satu. Puyung sendiri adalah nama desa di Lombok Tengah.

Butuh waktu sekitar 1,5 jam menuju Pelabuhan Tawun. Selama perjalanan kami disuguhi pemandangan sawah di kiri dan kanan jalan serta  sekumpulan kerbau yang memamah rumput. Masih banyak masyarakat  Lombok yang bertani terutama Lombok Tengah yang merupakan wilayah paling subur.

Pelabuhan Tawun, akses penyeberangan menuju Gili Nanggu.

Dalam tempo 15 menit menyeberang dari Pelabuhan Tawun menggunakan perahu motor, kami   menjejakkan kaki di Gili Nanggu. Tanpa menunggu waktu lama, kami segera berganti pakaian.  Birunya air laut menggoda kami untuk menceburkan diri. Walau panas matahari membakar kulit, sejuknya air  membuat kami ingin berlama-lama di dalamnya.

Rehat sejenak di Gili Nanggu.

Lelah bergerak di dalam air, kami merebahkan badan di pasir lembut berwarna coklat muda yang tak ubahnya kasur. Kenikmatan itu semakin bertambah saat melihat birunya awan yang berpadu dengan rimbunnya pepohonan di seberang pulau. Kesempatan itu tak kami sia-siakan. Kamera segera diarahkan mendokumentasikan nuansa alam yang tak dijumpai di kota besar. Saat kami berada di Gili Nanggu, hanya beberapa orang yang terlihat snorkeling atau berteduh di saung di tepi pantai. Sementara itu penginapan dan restoran tampak sepi.

 

Pulau Pribadi

Dibandingkan Gili Trawangan, gili-gili yang lain belum populer di masyarakat. Sarana yang ada pun tak seperti di Gili Trawangan yang dikelola investor asing. Hal itu nyata kami lihat saat mengunjungi Gili Kondo esok harinya.

Penyeberangan menuju Gili Kondo dari Sambelia hanya memakan waktu 15 menit. Di tengah perjalanan perahu motor berhenti. Ternyata tidak hanya kami, ada dua perahu motor lainnya yang melakukan hal yang sama. Berbekal peralatan snorkeling, seorang teman ditemani guide menceburkan diri ke lautan yang berair tenang. Mata mereka dimanjakan oleh barisan koral. Namun mereka harus ekstra hati-hati. Jika tidak, kulit akan terluka terkena bulu babi dan terumbu karang yang tajam.

Gili Kondo, bagai pulau pribadi.

Sementara itu saya ditemani guide lainnya duduk di dalam perahu motor. Serasa diayun, kami menikmati pemandangan Gunung Rinjani yang menjulang di kejauhan. Kabut tipis melingkupinya.  Walau tak berada dalam air,  tampak jelas  koral yang berjejer rapi berkat air laut yang sebening kaca dan matahari yang menyinari.

Sesampainya di Gili Kondo, pemandangan pertama yang menyambut kami adalah  pohon-pohon yang mengering dengan rumput yang tak lagi hijau. Saung yang ada tak sebanyak di Gili Nanggu. Luas Gili Kondo pun  tak sebesar Gili Nanggu. Hanya ada satu keluarga yang tinggal di Gili Kondo. Mereka biasanya menitipkan air bersih, makanan, dan kebutuhan lainnya di  perahu motor yang mengantarkan wisatawan. Rumah kecil sederhana yang sekaligus berfungsi sebagai warung itu juga digunakan oleh wisatawan untuk bertukar pakaian.

Di luar dugaan kami,  pesona yang disuguhkan Gili Kondo melebihi Gili Nanggu.  Jarak 50 meter dari pantai tampak gradasi air laut berwarna biru muda dan biru tua. Paduan yang apik! Laut bagaikan permadani yang terbentang luas. Langit layaknya kanvas yang siap kami tumpahkan berjuta warna. Puas mengejar ikan yang berlari kian kemari, kami beristirahat sejenak di saung. Melahap snack sambil bertukar cerita. Wisatawan yang datang saat itu hitungan jari. Gili Kondo bagai pulau pribadi kami.

Penutup hari, Ayam Bakar Taliwang.

Perjalanan ditutup dengan menyantap menu khas Lombok lainnya, Ayam Bakar Taliwang. Taliwang sendiri adalah nama desa di Lombok. Ayam Bakar Taliwang menggunakan ayam kampung kecil dengan rasa yang menggugah selera. Apalagi ditemani sambal terasi dan plecing kangkung. Untuk mengurangi kepedasan yang menggigit  segelas es pandan kelapa siap diseruput.

 

Keunikan

Tujuan pertama perjalanan di hari terakhir ini adalah Desa Banyumulek yang berlokasi di Kecamatan Kediri, Lombok Barat. Di desa wisata tersebut  80 persen masyarakatnya   bermata pencaharian  sebagai perajin gerabah. Awalnya masyarakat membuat gerabah untuk dipakai sehari-hari seperti wadah air. Namun seiring berkembangnya pariwisata di Lombok, gerabah tersebut selain digunakan sebagai ornamen dekorasi di hotel-hotel, juga diekspor ke sejumlah negara.

Gerabah berkualitas ekspor.

Selanjutnya kami bertolak ke Desa Sukarara yang berlokasi di Kecamatan Jonggot, Lombok Tengah. Desa tersebut dikenal sebagai penghasil tenun selain Desa Sade. Dahulu ada mitos yaitu pria yang menenun akan mandul. Namun di jaman yang semakin modern ini, kaum pria pun bisa menenun. Bedanya mereka mengerjakan tenun ikat sementara kaum wanita mengerjakan tenun songket.

Tenun aneka warna.

Di desa Sukarara, wisatawan dapat belajar menenun. Selain itu dijual beragam kain tenun dengan kisaran harga Rp 85.000 hingga jutaan rupiah. Semakin rumit dan lama proses pembuatan kain tenun, semakin tinggi harganya. Pembuatan pola diserahkan kepada penenun tua. Selanjutnya diteruskan  kepada penenun lain ketika polanya sudah terbentuk.

Merasakan sesaat hidup bersama Suku Sasak di Desa Sade.

Berikutnya kami menuju Desa Sade, Rembitan, Lombok Tengah. Desa tersebut dikenal sebagai desa yang masih mempertahankan adat Suku Sasak. Rumah yang disebut bale oleh Suku Sasak menggunakan anyaman bambu sebagai dinding, ijuk sebagai atap, bambu tanpa paku sebagai penopang, dan beralaskan tanah. Uniknya Suku Sasak menggunakan kotoran kerbau untuk membersihkan lantai meskipun saat ini  lantai sudah diplester semen.

Dahulu Suku Sasak di Desa Sade menganut Islam Waktu Telu (sholat hanya tiga kali). Namun kini mereka sudah meninggalkan ajaran tersebut dan menganut Islam sepenuhnya. Untuk memperoleh penghasilan, kaum wanita menjual kain tenun. Selain itu sebelum memasuki Desa Sade terdapat kotak sumbangan sukarela yang diisi wisatawan sebagai bentuk kontribusi mempertahankan keaslian Desa Sade.

Selanjutnya kami menuju Pantai Kuta yang ditempuh dalam tempo 30 menit dari Desa Sade. Setiap tahun di pantai tersebut diadakan  upacara Bau Nyale. Masyarakat bermalam sehari sebelumnya di Pantai Kuta. Esok harinya mereka beramai-ramai mencari cacing Nyale di laut atau di balik batu karang. Cacing tersebut bisa dimakan mentah atau dimasak.

Menurut legenda,   hiduplah Putri Mandalika yang sangat cantik. Banyak  pangeran dan pemuda yang terpikat  dengan kecantikannya dan ingin menikahinya. Di tengah kebingungan Putri Mandalika  terjun ke  laut. Sebelumnya ia berjanji bahwa ia akan datang satu kali  dalam setahun. Rambutnya yang panjang menjelma menjadi cacing Nyale.

 

Wisata di Negeri Sendiri

Tak jauh dari Pantai Kuta dengan mengendarai mobil selama 10 menit kami tiba di Pantai Tanjung Aan. Berbeda dengan  Pantai Kuta yang ramai, Pantai Tanjung Aan merupakan pilihan yang tepat untuk menyepi.

Pantai Tanjung Aan memiliki dua sisi yang dipisahkan oleh bukit batu. Wisatawan dapat menaiki bukit tersebut. Panorama birunya air laut yang berpadu dengan birunya awan membius mereka. Hamparan ilalang di bukit tersebut seakan membuat mereka betah  duduk berjam-jam lamanya.

Pasir selembut tepung di Pantai Tanjung Aan.

Di sisi kiri Pantai Tanjung Aan terdapat pantai dengan pasir merica, demikian masyarakat setempat menyebutnya. Pasir tersebut memiliki ukuran yang sedikit lebih besar dibandingkan pasir pada umumnya. Sementara di sisi kanan Pantai Tanjung Aan wisatawan dapat menjumpai pasir dengan warna dan ukuran menyerupai tepung.

Terlihat perahu nelayan menepi di pantai. Mereka menawarkan jasa mengantarkan wisatawan menuju Batu Payung. Terletak di tepian tebing, Batu Payung tak ubahnya  payung bila dilihat dari sudut tertentu. Batu Payung semakin masyhur setelah dijadikan lokasi pengambilan gambar untuk iklan rokok. Kini Batu Payung sering dijadikan lokasi pemotretan prewedding.

Ingin kembali menjejakkan kaki di Lombok.

Masih banyak pesona Lombok yang belum kami jelajahi. Namun kami percaya suatu hari nanti kami akan kembali. Membawa  misi, menyebarkan virus ‘berwisata di negeri sendiri’. Kami yakin perkembangan pariwisata akan membawa efek yang luar biasa khususnya peningkatan taraf hidup  masyarakat lokal. Dengan demikian tidak ada lagi kesenjangan ekonomi antara satu daerah dengan daerah lain di bumi pertiwi ini.

Nantinya saya ingin merasakan pengalaman travelling yang berbeda, yaitu menginap di hotel di Lombok yang ditawarkan OYO. OYO adalah jaringan layanan perhotelan dan hotel hemat yang didirikan untuk pertama kalinya di India. Saat ini selain di India, OYO telah mengembangkan bisnisnya di Malaysia, Nepal, China, termasuk Indonesia. Total terdapat 8500 hotel di 230 kota di negara-negara tersebut.

Sementara orang Indonesia lainnya terpikat dengan keindahan negara tetangga atau negara di belahan dunia lainnya, kami bertumpu pada satu keyakinan. Bahwa Indonesia menyajikan variasi pemandangan yang tak akan dijumpai di manapun. Budaya, kuliner, hingga wisata udara, darat, dan air menjadi paket lengkap yang membius segenap insan untuk melangkahkan kaki ke seantero negeri ini. Ayo wisata di negeri sendiri sekarang juga!